Tuesday, August 10, 2021

Dipilih Untuk Memberitakan Injil

 


Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah, sehingga kami tidak usah mengatakan apa-apa tentang kamu. (I Tesalonika 1:8 )

 

 

Orang percaya dipanggil Allah untuk memberitakan Injil, Kabar tentang pengampunan dosa yang dikerjakan Yesus di salib.

Menceritakan kabar baik tentang pengampunan dosa yang dikerjakan oleh Yesus pada kayu salib yang mendamaikan manusia berdosa dengan Allah adalah tugas misi Allah untuk jemaat di Tesalonika  dan juga umat Kristen di seluruh dunia.

 

Menceritakan Injil adalah hak asasi manusia, karena semua manusia perlu mendengar Injil. Injil adalah kebutuhan yang melekat dalam kehidupan manusia berdosa. Tanpa pengampunan dosa yang dikerjakan Yesus di kayu salib, semua manusia berdosa harus menanggung hukuman dosa.

 

Demikian juga, setiap orang yang telah mendengar cerita Injil, dan menerima berita Injil dalam hidupnya, melalui pekerjaan Roh Kudus, diberikan mandat oleh Allah untuk memberitakan Injil kepada semua orang.

 

Umat Kristen yang telah dipenuhi hak nya, yakni mendengarkan cerita Injil, dengan demikian wajib untuk menceritakan Injil yang adalah tugas misi Allah untuk umat Kristen.

 

 Tugas Misi Allah

Misi Allah itu sendiri sesungguhnya bukan hanya membawa seluruh ciptaan untuk hidup dalam kebenaran, kebaikan dan memuliakan Allah pencipta langit dan bumi, tapi tugas misi Allah adalah juga menceritakan kabar baik kepada semua orang. Utamanya adalah memuridkan mereka yang menerima Injil untuk bisa hidup dalam iman yang menghasilkan pekerjaan kasih, bagi kemuliaan Allah. Jadi menerima Injil adalah jalan untuk membangun kehidupan bersama yang berkenan kepada Allah.

 

Melalui hidup dalam iman yang menghasilkan pekerjaan kasih itu, pemberitaan Injil bukan hanya sebuah verbalisme. Tapi, menceritakan Injil sekaligus menyaksikan hidup Kristen dalam iman kepada Allah yang maha kasih, dan kemudian membagikan kasih Allah itu kepada sesama manusia lewat pekerjaan-pekerjaan kasih, pekerjaan yang membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi umat manusia.

Kuasa Allah dalam Injil

Karena kuasa Injil ada pada kuasa Allah, dan kuasa Allah yang hidup dalam diri orang percaya telah merubah kehidupan umat Kristen untuk hidup dalam kebenaran. Selanjutnya kehidupan iman Kristen itu  yang nyata dalam pekerjaan-pekerjaan kasih, maka menceritakan Injil sekaligus juga menceritakan karya kasih Allah dalam hidup pemberita Injil.

 

Gereja di Tesalonikan dan gereja mula-mula kerap memberitakan Injil pada orang-orang disekitar mereka, dan pada daerah-daerah dimana Tuhan mengirim mereka untuk memberitakan Injil, dan secara bersamaan melakukan pekerjaan-pekerjaan kasih.

 

Setiap orang yang telah menerima Injil, mengalami pembaruan hidup, sadar bahwa menerima berita Injil adalah menerima sesuatu yang amat berharga, yaitu yang memberikan kehidupan kekal. Dan itu hanya mungkin karena kehadiran kuasa Allah yang menyertai pemberitaan Injil.

 

 

Pemberitaan injil dan Pemilihan Allah

Pemilihan Allah adalah kedaulatan Allah, apabila gereja mengakui sebagai umat pilihan Allah, maka tidak ada alasan bagi umat Kristen untuk tidak memberitakan Injil.

 

Umat Kristen perlu hidup di atas kebenaran Allah. Hidup dalam pimpinan Roh Kudus untuk hidup berbuah serta menjalankan pemberitaan Injil.

 

Karena keselamatan adalah pekerjaan Allah, maka tidak ada alasan untuk umat Kristen berhenti memberitakan Injil karena penolakan-penolakan yang dialami, atau adanya aniaya dan penderitaan yang menghalangi pemberitaan injil.

 

Umat Kristen harus tetap antusias, bersemangat, bergairah menyampaikan cerita Injil. Antusiasme untuk memberitakan Injil akan tetap terjaga jika memang pembaruan Allah terus terjadi dalam kehidupan Kristen. Cerita Injil adalah hak asasi manusia, kebutuhan yang melekat dalam diri manusia untuk memiliki hidup kekal.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.joyinmyworld.com/2021/08/dipilih-untuk-memberitakan-injil.html


Menerima Firman Tuhan Dengan Sukacita

 



Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja diantar kamu oleh karena kamu. Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus, sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya.

(I Tesalonika 1:5-7)


Menerima firman Tuhan dengan Sukacita adalah salah satu hal yang penting untuk mengalami pertumbuhan rohani.


Paulus menjelaskan dalam kitab Tesalonika, mengapa jemaat Tesalonika yang baru bertumbuh itu bisa melakukan pekerjaan baik yang memuliakan Tuhan dan memberikan kebaikan terhadap sesama geraja di Makedonia.

Jemaat Tesalonika Menerima Firman Tuhan.

Jemaat Tesalonika menerima firman Tuhan melalui pelayanan Paulus dan rekan-rekan pelayanan Paulus. Di kota Tesalonika yang merupakan kota penting itu banyak pemikir-pemikir besar dan juga pengkhotbah atau pembicara kondang yang datang pergi ketempat itu, sebagaimana layaknya pada kota-kota besar saat ini.

Ilmu pengetahuan sejatinya untuk kesejahteraan sesama manusia. Tapi, tidak jarang mereka yang memiliki pengetahuan memanfaatkan pengetahuannya untuk mengumpulkan harta dan kekayaan bagi dirnya sendiri. Itulah sebabnya dalam masyarakat yang mengalami kemajuan pesat dalam teknologi ternyata berdampak negatif bagi mereka yang tidak memiliki akses teknologi, yakni membuat jurang antara yang kaya dan yang miskin makin lebar.

Lebih tidak adil lagi, mereka  yang kaya itu dapat menumpuk kekayaan jauh lebih cepat dari mereka yang miskin. Jika pemerintah tidak peduli dengan hal ini, maka jurang yang kaya dan yang miskin akan makin lebar di Indonesia.

Menariknya, jemaat Tesalonika justru memilih menerima Injil. Mereka bukan hanya menerima berita Injil, tetapi juga pemberitanya sebagai keluarga, bapak rohani merekai. Artinya, jemaat di Tesalonika bukan hanya menerima berita Injil yang tidak populer pada waktu itu, tapi secara bersamaan juga siap menerima penganiayaan dan penderitaan dari kelompok-kelompok yang membenci Paulus, serta tidak senang dengan berita Injil.

Jemaat Tesalonika menerima berita Injil yang disampaikan oleh Paulus sebagi Firman Tuhan, dan itu hanya mungkin karena Roh Kudus. Karena menerima pemberitaan Injil yang disampaikan Paulus yang baru saja mengalami penganiayaan, merupakan sebuah risiko yang tidak kecil bagi jemaat di Tesalonika.

Alkitab melaporkan jemaat di Tesalonika bukan hanya menerima berita yang disampaikan Paulus, tetapi juga menerima Paulus yang akan berdampak buruk bagi mereka, yakni menerima penderitaan yang sama, seperti yang dialami Paulus. “Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima Firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi-dan memang sungguh demikian-sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya. (I Tesalonika 2:13).

Mengikuti Teladan Paulus.

Jemaat di Tesalonika bukan hanya menerima firman Allah dan juga Paulus sebagai pemeberita firman Allah, tetapi jemaat di Tesalonika juga mengikuti teladan Paulus yang hidup di dalam Tuhan. Jemaat Tesalonika yang baru tentu membutuhkan teladan Paulus dan teman-teman pelayanan Paulus untuk dapat bertumbuh menjadi Kristen yang dewasa.

Pengalaman luar biasa apapun yang dialami seorang yang percaya kepada Kristus, dia membutuhkan teladan dari orang-orang Kristen dewasa. Paulus ketika percaya kepada Kristus pun belajar dari murid-murid Yesus. Dan mengikuti teladan mereka, sampai akhirnya Paulus pernah menegur Petrus untuk tetap mengikuti teladan Kristus.

Demikian juga mereka yang menjadi Kristen dewasa, perlu terus hidup menjadi teladan. Raibnya teladan-teladan dari orang Kristen yang dewasa akan menyulitkan pertumbuhan orang Kristen baru, dan secara bersamaan menghalangi orang-orang yang belum percaya untuk melihat kehidupan Kristus dalam hidup orang percaya.

Semua orang yang mengaku diri percaya kepada Kristus harus waspada menjaga hidupnya, agar dapat menjadi berkat bagi orang percaya baru, untuk hidup mentaati Allah. Dan juga menjadi berkat secara luas bagi sesama manusia.

Hidup menjadi Teladan

Setiap orang percaya perlu hidup menjadi teladan atas sesama anggota gereja. Kehidupan Kristen yang baik dapat memotivasi orang Kristen lainnya untuk hidup memuliakan Tuhan dan melakukan yang baik. Tapi, secara bersamaan kehidupan Kristen yang tidak menjadi teladan akan mengecewakan orang Kristen lainnya.

Pengakuan bahwa jemaat di Tesalonika hidup menjadi teladan bagi sesama gereja lokal diteguhkan oleh Paulus, “Sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di Wilayah Makedonia fan Akhaya.” Keteladanan jemaat di Tesonika bukan pengakuan eksklusif jemaat itu, tetapi Paulus dan jemaat Kristen Lainnya mengakui itu.

Umat kristen perlu menjadi teladan satu sama lain ketika mereka menerima Firman Tuhan, yang secara bersamaan juga menerima pemberita Firman Tuhan, dan mengikuti teladan mereka untuk bertumbuh dewasa dalam Kristus. Kristus sebagai teladan utama.

Kesediaan untuk menerima penderitaan untuk memuliakan Tuhan, dan kemudian menjadi teladan iman bagi jemaat lokal lain sebagaimana kehidupan jemaat Tesalonika perlu menjadi tekad umat Kristen. 

Iman, Pengharapan dan kasih adalah kebajikan Kristen yang menjadi dasar kehidupan jemaat di Tesalonika.


Dr. Binsar Antoni Hutabarat

Monday, August 9, 2021

Bertumbuh Dalam Penderitaan






 Kelahiran Gereja di Tesalonika adalah sebuah pengalaman nyata bagaimana gereja dapat bertumbuh dalam penderitaan yang berat sekalipun.

 

Orang-orang yang baru percaya di Tesalonika mengalami tantangan dari mereka yang tidak bersahabat dengan mereka. Tapi, Roh Kudus yang memakai pemberitaan Firman Tuhan yang disampaikan oleh Paulus terus menguatkan jemaat di Tesalonika untuk hidup dalam pengharapan..

 

Pengalaman pemberitaan Injil di Tesalonika, dan pertumbuhan jemaat di Tesalonika yang menerima pemberitaan Firman Tuhan melalui Paulus menjadi pengalaman nyata bahwa Allah setia memelihara orang percaya.

 

Saat ini, banyak gereja yang harus ditutup dibanyak tempat karena penolakan dari masyarakat setempat. Bahkan tidak sedikit dibanyak negara dimana orang-orang Kristen mengalami dan penganiayaan.

 

Pengalaman gereja di Tesalonika yang juga menjadi pengalaman yang sama yang kita alami pada saat ini, akan menyadarkan kita bahwa pemberitaan Injil harus disampaikan pada situasi dan kondisi apapun. Dan Kristus sang kepala gereja itu akan memilihara umatnya sampai pada kedatangannya yang kedua kali.

 

 

Berita Injil di Tesalonika

 

Kota Tesalonika saat ini disebut Thessaloniki atau Salonika. Sebuah kota terbesar kedua setelah Atena di Yunani. Pantaslah jika saat ini perhatian internasional tertuju pada kota Tesalonika yang telah berdiri berabad-abad lamanya. Kota yang menyimpan budaya Makedonia yang sangat kuno di Yunani Utara.

 

Pada perjalanan Misi yang kedua Paulus mengunjungi Tesalonika . Lukas mencatat dalam Kisar Rasul 17: 1-15. Paulus pergi ke Makedonia berdasarkan respon terhadap panggilan Tuhan. Dalam Kisah rasul 16: 9, “Pada Malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri disitu dan berseru kepadanya, katanya, Memyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!”  

 

Paulus memberitakan Injil di kota Tesalonika yang umumnya adalah orang Yunani. Selama tiga minggu Paulus memberitakan Injil di Tesalonika. Dan setelah itu datanglah tantangan dari orang Yahudi yang tidak senang dengan kehadiran Paulus di Tesalonika.

 

Paulus memulai pelayanannya di sinagoge yang ada di kota Tesalonika, dan melalui membaca Perjanjian Lama Paulus menjelaskan tentang karya Kristus yang menjadi pemberitaan Paulus. Itulah sebabnya Paulus mendapatkan tantangan dari orang Yahudi yang menolak pemberitaan Paulus. Mereka yang tidak menerima pemberitaan Injil itu kemudian menghasut masyarakat di Tesalonika untuk menolak kehadiran Paulus, dan juga jemaat Kristen di Tesalonika.

 

Selama tiga minggu Paulus memberitakan Firman Tuhan di Tesalonika. Karena ancaman kelompok Yahudi yang tidak senang dengan pemberitaan Paulus, serta orang-orang yang berhasil dihasut kelompok itu paulus terpaksa meninggalkan jemaat yang baru bertumbuh itu. Dengan ditolong oleh Jemaat Tesalonika yang percaya kepada pemberitaan Injil,  Paulus melarikan diri dari kota Tesalonika.

 

Pertanyaannya kemudian, Apakah gereja di Tesalonika merasa kecil hati dengan kepergian Paulus dari kota Tesalonika? Apalagi dengan ejekan orang-orang yang tidak senang dengan Paulus dan merasa sukses mengusir Paulus dari kota Tesalonika.

 

 

Beban Paulus Terhadap jemamat Tesalonika

 

Pelayanan Paulus di Kota Tesalonika terbilang tidak lama, hanya tiga minggu. Tetapi, meskipun Paulus harus meninggalkan kota Tesalonika, Paulus tetap menjalin hubungan dengan jemaat di Tesalonika dengan meminta Timotius dan Silas teman-teman pelayanannya untuk tetap tinggal di kota itu, untuk menolong jemaat Tesalonika bertumbuh dewasa dalam Kristus..  

 

Timotius dan Silas dengan sungguh-sungguh melanjutkan pelayanannya di Tesalonika, dengan kasih Allah dan perhatian yang besar mereka melanjutkan pelayanan Paulus di kota itu. Karena beban pelayanan sebagai bapak rohani jemaat di Tesalonika Paulus terus menjalin hubungan dengan jemaat yang ditinggalkannya itu, dan berdoa agar Tuhan memelihara jemaat yang baru didirikan.

 

Paulus juga tidak ingin jemaat di Tesalonika berbalik kepada kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan injil yang diberitakannya. Waktu tiga minggu di Tesalonika sangat singkat, dan jemaat di Tesalonika perlu bertumbuh dalam pengetahuan akan Allah. Karena itu peran Timotius dan Silas sangat besar bagi jemaat di Tesalonika.

 

Karena pemeliharaan Tuhan, jemaat di Tesalonika dapat terus bertumbuh dalam Tuhan. Meskipun menghadapi tantangan dan penderitaan, jemaat di Tesalonika terus bertumbuh di dalam Tuhan, bahkan kehidupan Kristen Jemaat Tesalonika menjadi kesaksian yang memuliakan Kristus, serta menjadi teladan di seluruh Makedonia.

 

Surat Satu Tesalonika dan Dua Tesalonika adalah surat yang dituliskan oleh Paulus, Timotius dan Silas untuk mendukung jemaat di Tesalonika tetap bertumbuh dalam Tuhan. Demikian juga dalam merespon kabar-kabar terkait kedatangan Kristus yang kedua kali.

 

Sejarah berdirinya jemaat Tesalonika mengajarkan pada kita masa kini mengenai pentingnya pemberitaan injil, bijaksana dalam pemberitaan Injil, serta kerjasama antarsesama pelayan Kristus dalam pemberitaan Injil. Segala Kemuliaan Hanya Bagi Tuhan.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.joyinmyworld.com/2021/08/bertumbuh-dalam-penderitaan.html


Saturday, August 7, 2021

Elite Perlu Berkarakter




Negara-negara dengan pemimpin berkarakter, berkualitas, jujur, berjiwa kenegarawanan, didukung oleh sistem politik yang baik berhasil mengangkat derajat manusia di berbagai belahan dunia ini. 

Negara-negara yang awalnya menderita,  hidup dalam kemiskinan, kekacauan, bangkit menjadi negara-negara maju karena hadirnya pemimpin berkarakter. 

Indonesia tentu bisa sejajar dengan negara-negara maju lainnya jika mampu menampilkan pribadi unggul dalam tataran elite di negeri ini dengan Pancasila sebagai landasan bersama negeri ini yang telah teruji melalui sejarah panjang kehadiran Indonesia ditengah bangsa-bangsa lain.

Rakyat Indonesia sesungguhnya  tidak kalah cerdas dibandingkan penduduk di negara-negara lain. Tidak sedikit anak negeri ini yang kepemimpinannya tersohor dalam tingkat dunia. Malangnya, putra-putri terbaik bangsa ini justru raib dari kancah politik Indonesia. 

Lebel “kotor” yang disematkan pada kata “politik”oleh masyarakat negeri ini karena ulah para elite politik, membuat “tunas unggul”itu terpaksa betah ber-diaspora demi sebuah idealisme, meski kerinduan untuk membangun negeri yang dicintainya itu terus menggelora, dan keinginan itu jarang mewujud seperti yang dialami B.J. Habibie yang kiprahnya dinegeri ini akan tetap dikenang sepanjang masa.

Peraturan Presiden tentang pendidikan karakter yang baru saja diluncurkan sepantasnyalah menjadi renungan bagi elite negeri ini. Perpres tersebut memang bertujuan mempersiapkan anak-anak negeri ini untuk menyambut jendela terbuka, untuk menghadirkan Indonesia yang maju, berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya di dunia. 

Namun, tujuan itu sulit tercapai jika elite negeri ini tidak mampu menjadi model bagi generasi penerus bangsa ini. Karena prilaku elite berkarakter merupakan salah satu syarat suksesnya pendidikan karakter di negeri ini, baik pada sekolah formal,non formal dan informal.

Ketika Yunani mengalami kemerosotan dalam segala aspek kehidupan akibat kekalahan dalam perang Pelopones, Plato mengatakan, “Pemerintahan negara menjadi rebutan orang-orang yang tidak memenuhi syarat, tetapi berambisi.”Plato benar, kemerosotan sebuah bangsa terkait erat dengan kemerosotan kualitas elite. Peringatan Plato ini penting untuk diperhatikan para pemimpin partai politik di negeri ini. 

Kekuasaan politik bisa menjadi alat untuk menghinakan martabat kemanusiaan ketika berada ditangan mereka yang jahat dan tak bermoral, namun politik juga bisa menjadi alat yang membawa manusia pada kemuliaan, keadilan dan kesejahteraan bersama ditangan orang-orang yang berkarakter dan bermoral. Karena itu jabatan politik tidak boleh jatuh atau dibiarkan jatuh pada mereka yang dikuasai motif-motif kotor. Elite politik wajib berkarakter.

Seleksi ketat elite wajib berkarakter sejatinya dimotori oleh partai politik melalui kaderisasi anggota partai. Gerbong partai politik harus diisi oleh mereka yang berkarakter. Gerbong partai politik haram dijadikan ajang jual beli kekuasaan. 

Partai politik harus menjadi benteng pertama membendung ambisi kotor mereka yang rakus kekuasaan. Sebagai salah satu instrumen negara demokrasi, partai politik bertanggung jawab terhadap berlangsungnya peralihan kekuasaan politik kepada mereka yang lebih berkualitas, menghadirkan pemimpin yang handal. 

Kaderisasi anggota partai harus dimaknai sebagai tugas mulia yang harus dikerjakan dengan amat serius. Bagaimanapun sulitnya keuangan partai, kaderisasi harus terus berlangsung. Permintaan dana rakyat untuk menjalankan roda partai mungkin bisa dimaafkan jika partai telah berjuang keras untuk menghadirkan kader bangsa Indonesia yang lebih baik.

Kekuasaan politik yang sarat nilai mulia itu juga harus dijaga dengan sungguh-sungguh oleh setiap elemen bangsa agar tidak jatuh pada tangan-tangan kotor yang hanya dikuasai ambisi. Tanggung jawab menjaga kekuasaan politik untuk steril dari tangan-tangan kotor itu tidak cukup dengan mengandalkan partai politik, apalagi tidak sedikit elite partai politik di negeri ini yang kini menghuni di jeruji besi karena skandal korupsi. 

Untuk itu, semua elemen bangsa harus membuka mata lebar-lebar khususnya pada acara pemilihan umum dan pemilu kepala daerah. Media publik dalam hal ini memiliki peran strategis untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya kepada pemilih untuk menentukan pilihan yang tepat. 

Singgasana politik harus diduduki oleh orang-orang yang memenuhi syarat; berkarakter, jujur, dan berkualitas. Pendidikan politik untuk rakyat pada konteks ini tak bisa diabaikan. memiliki nilai strategis untuk menghadirkan tunas-tunas terbaik bangsa Indonesia.

Mereka yang menduduki jabatan politik memiliki potensi atau peluang sangat besar untuk menghadirkan masyarakat yang sejahtera yang jauh dari sekat-sekat suku, agama dan antar golongan. Karena itu anak-anak bangsa yang berkualitas harus menjadikan kekuasaan politik sebagai arena pengabdian yang luhur untuk menghadirkan kesejahteraan bagi Indonesia. 

Dedikasi mutlak kepada bangsa dan negara menjadi dasar utama untuk menduduki jabatan politik. Sepantasnyalah ambisi untuk menduduki jabatan politik demi pengabdian kepada masyarakat dengan cara-cara yang bermoral patut digelorakan pada setiap insan di negeri ini.

Perpres pendidikan karakter harus dimulai dengan tekad elite untuk menjadi model bagi generasi muda bangsa ini. Elite negeri ini harus berhenti menggunakan kekuasaan politik sebagai alat untuk memperkaya diri ditengah begitu banyak rakyat dinegeri ini yang menderita karena kemiskinan, dan kebodohan. Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) harus menjadi perjuangan bersama elite negeri ini. 

Media publik harus berhenti mempertontonkan tindakan elite yang tidak senonoh seakan hal biasa. Putra-putra terbaik negeri ini sepatutnya dipromosikan sebagai ajang kompetisi memberi yang terbaik untuk negeri ini.


Pembangunan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang menjadi cita-cita pendiri negeri ini tidak harus melalui jalan yang berliku-liku karena absennya putra-putra terbaik bangsa yang berkarakter, jujur dan berkualitas. Elite politik wajib berkarkter. 


Mereka yang telah berjuang memperkembangkan karakter-karakter yang mulia mestinya juga berambisi untuk menduduki jabatan politik demi menghadirkan Indonesia yang adil dan makmur. Politik itu kudus, dan hanya mereka yang bersedia menguduskan diri layak menduduki singgasana suci itu.


Dr. Binsar A. Hutabarat





Membatasi Kebebasan Berekspresi?!



Perlukah Membatasi Kebebasan Berekspresi?

 




Perlukah Membatasi Kebebasan Berekspresi?


Kebebasan berekspresi dan berpendapat bukan tanpa batasam tetapi kebebasan berekspresi itu dapat dibatasi dengan undang-undang agar pemenuhan kebebasan individu tidak mengganggu kebebasan individu lainnya.


Kebebasan berekspresi dan berpendapat bukanlah pengesahan bahwa setiap individu bisa bertindak secara liar tanpa menghormati martabat individu lainnya, yakni mengabaikan akibat penggunaan kebebasan berekspresi itu bagi individu lainnya. 

 


Kebijakan publik yang mengatur kehidupan bersama sejatinya adalah sebuah konsensus bersama. Karena itu hukum, kebijakan publik sejatinya  harus melindungi setia individu atau kelompok tanpa dekriminasi.


Apabila  implementasi kebijakan publik terindikasi menegasikan individu atau kelompok tertentu, pastilah ada yang salah dalam rumusan kebijakan publik itu. 


Kebebasan beragama

Setiap agama itu unik dan absolud bagi pemeluknya. Maka, tak seorangpun boleh menghina agama apapun. Menghina agama apapun sama saja dengan menghina martabat manusia beragama. 


Berdasarkan hal tersebut jelaslah setiap individu beradab wajib menghargai dan menghormati apapun kepercayaan yang di anut oleh seseorang, dan juga menjauhi usaha-usaha untuk menghakimi agama-agama yang beragam dan berbeda itu.


Sebab itu terhinalah mereka yang menghina agama yang dianut manusia yang bermartabat, karena perbuatan tersebut menghianati kewajibab asasi manusia. Setiap orang tentu boleh saja menyaksikan agama yang diyakininya itu tanpa perlu melecehkan keyakinan agama dan kepercayaan lain. 


Harus diakui bahwa penghinaan terhadap salah satu agama, bukan hanya menyakiti hati penganut agama itu, tapi juga menyakiti hati semua umat beragama. Karena itu  penghinaan pada salah satu agama sepatutnya diposisikan sebagai penghinaan terhadap semua agama, yang patut diwaspadai oleh semua umat beragama.


Kebenaran itu adalah milik Tuhan, interpretasi yang absolud tentang apapun yang kita percayai sesungguhnya hanya ada pada Tuhan. Karena itu tak seorang pun berhak memaksakan apa yang diyakininya kepada orang lain. 


Menjadikan diri hakim atas sesamanya dalam menentukan tafsir yang benar tentang kepercayaan agama-agama lain adalah kesombongan, itu sama saja dengan memposisikan diri sebagai Tuhan, sebuah tindakan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia yang menyadari keterbatasannya.


Apabila kita percaya, di dalam hati nuraninya yang terdalam manusia sesungguhnya mencintai kebenaran, maka manusia sepatutnya diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang sesuai dengan nuraninya, dan itu juga berarti, kebebasan adalah semata-mata untuk melaksanakan kebenaran.  




Marthin Luther dengan tegas mengatakan, “di dalam hati nuraninya manusia adalah raja, tidak boleh ada orang lain yang menjadi raja atas sesamanya. Suara nurani adalah suara Tuhan, meski tidak mutlak, mengingat keterbatasan manusia.  Meneguhkan hal itu, Os Guinnes mengatakan, “kebebasan hati nurani adalah  dasar bagi kebebasan beragama dan kebebasan berbicara.” Sebagaimana tertuang dalam deklarasi universal hak-hak asasi manusia(DUHAM). Karena itu pelaksanaan kebebasan berekspresi mestinya didasarkan pada nurani manusia yang terdalam, yakni mengusahakan kebaikan untuk sesamanya.


Apabila kebebasan hati nurani ini menjadi landasan dalam menjalankan hak kebebasan berekspresi, maka kebebasan berekspresi pastilah akan menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Sebaliknya, pelaksanaan kebebasan berekspresi tanpa hati nurani akan mengakibakan kekacauan dan ketidaktertiban. Itulah sebabnya, penghinaan atas agama yang bertentangan dengan suara hati nurani itu telah mengakibatkan kekacauan di banyak tempat. 


Proteksi atas kebebasan hati nurani mestinya akan menciptakan ruang publik yang sehat, dimana setiap anggota masyarakat memiliki kerelaan untuk saling memberi dan menerima terhadap sesamanya. Negara yang sehat tentu saja memerlukan ruang publik yang sehat, yang tampak dari adanya warga bangsa yang memiliki kerelaan untuk membantu sesama warganya, bukannya saling menyakiti sesamanya. 


Penghinaan terhadap agama tidak boleh ditolerir meski itu dengan alasan untuk mengagungkan hak kebebasan berekspresi. Kebebasan itu tidak liar. Kebebasan bernaung dalam ketaatan pada hukum. Siapapun yang melaksanakan kebebasannya dengan melanggar hukum, harus menerima ganjaran hukum yang setimpal.


Jika kita setuju bahwa kerukunan adalah sebuah kerelaan yang keluar dari nurani manusia yang menghargai kebenaran tentang martabat manusia yang adalah sederajat itu, dan selayaknya hidup harmonis dalam perbedaan di bumi yang satu ini, maka kerukunan tidak mungkin dihadirkan dengan mendewakan“keliaran”. Demikian juga, memaknai kebebasan sebagai kondisi dimana setiap individu boleh melakukan apa saja sangatlah tidak berdasar. Kondisi itu lebih patut disebut “keliaran.” Kebebasan semata-mata diberikan untuk melaksanakan kebenaran yang memuliakan martabat manusia. 


Binsar A. Hutabarat


https://www.joyinmyworld.com/2021/08/perlukah-membatasi-kebebasan-berekspresi.html

Menjadi Seperti Kristus




Menjadi Seperti Kristus 


Orang percaya memiliki iman yang sama terhadap Alkitab sebagai Firman Allah. Karena itu orang percaya menggali isi Alkitab yang sama untuk makin mengenal Allah. 

Perbedaan yang terjadi dalam menafsirkan Alkitab sejatinya menolong orang percaya untuk memahami perlunya saling belajar satu dengan yang lain untuk makin mengenal Allah secara benar, dan bukannya saling mengklaim doktrinnya yang paling benar, dan kemudian menyesatkan yang lain. 

Kristus, Firman Hidup yang bangkit dari kematian, dan menjadi dasar kekuatan gereja adalah Firman yang esa. Gereja yang minum dari sumber air hidup yang sama yaitu Firman Tuhan perlu bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus. 


Pengenalan tentang Allah mungkin karena Allah yang transenden bersedia menyatakan diri-Nya. Iman Kepada Allah yang telah menyatakan diri yang tercatat dalam Alkitab, memungkinkan Allah yang tidak dapat dijangkau dengan panca indra dikenal oleh manusia. Karena Allah berinisiatif menyatakan Diri-Nya.


Firman Tuhan dicatat dalam Alkitab, sehingga dapat dikatakan Alkitab adalah objek dari pengetahuan tentang Allah. Jadi untuk mengetahui siapa Allah, karya Allah, rencana serta kehendak Allah untuk manusia, orang percaya membaca dan menggalinya dari dalam Alkitab.


Berdasarkan iman bahwa Alkitab adalah Firman Allah, orang percaya menggunakan akal budinya untuk menggali isi Alkitab untuk mengetahui tentang Allah, Karya, dan kehendaknya sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. 

Usaha manusia mengumpulkan data-data dalam Alkitab itu terbatas, maka sejatinya tidak ada orang atau tokoh Kristen yang dapat mengklaim penafsirannya paling benar, apalagi absolud. Jadi doktrin, atau dogma semua itu harus dibawah Alkitab. 

Pertanyaannya kemudian apa jaminan seorang yang menggali isi Alkitab itu telah menafsirkannya dengan benar. 

Penafsiran kita tentang suatu bagian Alkitab harus dibandingkan dengan hasil rumusan doktrin atau dogma yang diwariskan tokoh-tokoh gereja sebelumnya. Tapi karena penafsiran tokoh gereja sebelumnya juga tidak sempurna atau dibawah Alkitab, bisa saja penafsiran teolog jaman tertentu atau jaman kini memperbaiki penafsiran gereja sebelumnya, tapi sekali lagi itu pun tidak absolud.


Hasil penggalian Alkitab seorang teolog yang dirumuskan menjadi doktrin dan kemudian menjadi dogma itu tetap berada dibawah Alkitab, bahkan pengakuan iman sebagai rumusan dogma juga dibawah Alkitab, dan boleh saja direvisi, tentu jika memiliki dasar yang kuat artinya ada temuan yang didasarkan Alkitab tentang perlunya pengembangan rumusan pengakuan iman.

Karena doktrin dan dogma tidak absolud, maka jaminan penafsiran seorang teolog yang telah dibandingkan dengan rumusan doktrin dan rumusan dogma gereja yang merupakan warisan sejarah juga tidak absolud. Semua hasil penafsiran Alkitab oleh manusia yang terbatas adalah relatif. 


Validasi doktrin seharusnya didasarkan kofirmasi Roh Kudus. Karena hasil penggalian Alkitab tidak otomatis membuat kita percaya pada rumusan hasil penggalian Alkitab itu, meski pun langkah-langkah penggalian Alkitab sudah kita lakukan dengan cara benar. Keyakinan bahwa rumusan doktrin itu benar dihasilkan dan harus dihidupi dalam kehidupan penafsir sedang validasinya berasal dari Roh Kudus. 


Doktrin mengarahkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Roh kudus berkarya dalam diri seseorang yang bertekad untuk hidup dalam rencana Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, dan pengalaman orang itu kemudian akan mengakui bahwa benar pengetahuan yang di dapat dalam Alkitab itu benar. Inilah yang disebut pengakuan iman. 


Doktrin penting untuk menunjuk pada kehidupan yang benar, dan keabsoudan itu terjadi terjadi ketika orang itu hidup dalam pengetahuan yang dia yakini benar, dan itu juga karena  konfirmasi dari roh kudus. Pengakuan iman bukan untuk menghakimi tetapi untuk menunjuk kepada Tuhan yang hidup, Firman Tuhan yang benar.


Sebagian orang menggali isi Alkitab dengan menekankan pada pengalamannya dengan Tuhan. Orang itu mengalami pengalaman-pengalaman dengan Tuhan yang luar biasa, seperti dipakai Tuhan melakukan mujizat. Mujizat itu sendiri sangat sulit dijelaskan. Maka tidak heran penjelasan orang percaya tentang mujizat, yang disebut juga doktrin tentang mujizat, penjelasannya sangat terbatas, dan tentu saja penjelasan tentang mujizat bergantung pada pengalaman orang itu. Jadi doktrin tentang mujizat itu juga relatif. 


Pengalaman orang itu adalah benar adanya, absolud untuk dirinya, karena faktanya memang demikian. Tapi, interpretasi tentang pengalaman atau penjelasan tentang pengalaman orang itu dipakai Tuhan dalam mujizat adalah relatif. Orang yang mengalami mujizat tidak boleh memberikan jaminan absolud bahwa pengalaman yang dialami akan terjadi dengan cara yang sama pada orang lain. Dia cukup menyaksikan pengalamannya dipakai dalam melakukan mujizat yang diyakininya atas kehendak Allah. Karena pengalaman setiap orang tentu berbeda.


Dengan demikian jelaslah membangun doktrin dari penggalian Alkitab dengan eksegese yang luar biasa tetap saja harus dibandingkan dengan doktrin atau dogma gereja lain, dan itu pun tetap relatif. Demikian juga membangun doktin dari pengalaman dengan Tuhan, secara khusus dalam pengalaman melakukan mujizat untuk kemuliaan Tuhan juga relatif, jadi tidak boleh dipaksakan kepada yang lain.


Gereja harusnya dapat saling belajar satu dengan yang lain. Tidak boleh ada gereja yang mengklaim gerejanya paling mendekati Tuhan, atau mendekati kebenaran. Gereja memerlukan saudara-saudara yang lain untuk bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus.


Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.joyinmyworld.com/2021/08/menjadi-seperti-kristus.html

Wednesday, April 28, 2021

Penjara Berujung Kematian




 



Terkait kondisi penjara yang makin tak nyaman bagi para penghuninya, artis Roy Marten dalam suatu seminar antinarkoba berujar, sebaiknya pecandu narkoba jangan ditahan, melainkan dimasukkan ke dalam lembaga rehabilitasi. 

Menurut Roy, di balik jeruji penjara ternyata para pengedar barang-barang haram tersebut tetap beroperasi. Akibatnya, pecandu narkoba tetap saja dapat mengonsumsi narkoba dan mereka tak mampu melepaskan diri dari ketergantungan pada benda terlarang itu. 

Untuk mereka yang berkantung tebal dan hanya sedikit tekad untuk melepaskan diri dari keterikatan pada narkoba, penjara memang bukan tempat yang cocok. Tapi uang telah membuat mereka selalu bisa menikmati barang haram itu, meski berada di balik jeruji. 

Sedangkan bagi mereka yang tak punya uang, kemarahanlah yang mereka pendamkan, dan sikap diskriminatif itulah yang mereka terima. Lembaga pemasyarakatan (LP) yang diharapkan menjadi tempat pembinaan para narapidana untuk kemudian bisa kembalik ke masyarakat, akhirnya benar-benar menjadi penjara bagi para penghuninya. Cukup banyak indikasi pelanggaran hak-hak manusia. Tinginya nyawa yang melayang di balik jeruji besi adalah akibat praktik pembiaran yang kerap dilakukan di LP-LP. Pembiaran napi yang sakit dan kemudian mati merupakan bukti bahwa semangat balas dendam masih kental di LP. Ini adalah perlakuan yang tidak manusiawi. 

Bentham, seorang penganut teori hukum utilitas, mengingatkan, “Jikalau memang terpaksa harus diterima, hukuman itu harus diterima sejauh menjanjikan pengecualian dari kejahatan yang lebih besar”. Hukuman dapat dibenarkan hanya kalau menghasilkan akibat-akibat baik. 

Membiarkan napi mati dalam penjara karena sakit yang diderita atau karena kondisi tahanan yang buruk jelas suatu perbuatan melawan hukum. Apakah akibat baik dari membiarkan napi mati dengan sakit yang dideritanya tanpa memberi pertolongan yang memadai? Tentu saja tidak ada keuntungan sedikit pun bagi narapidana. 

Dari sudut pandang retribusi, pembiaran yang menyebabkan kematian napi juga tidak dapat dibenarkan. Dalam The Chritique of Practical Reason (1788) Kant menulis,”Jikalau seseorang yang suka mengganggu dan mengesalkan masyarakat yang cinta damai akhirnya menerima cambukan secukupnya, setiap orang menyetujuinya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dalam dirinya, meski selanjutnya tak sesuatu pun dihasilkan darinya.” 

Hukuman bisa saja diberikan setimpal dengan pelanggaran seseorang, tapi ia tetap berusaha untuk mengembalikan manusia pada kodratnya. Membiarkan napi tentu saja menyalahi hukum retributif karena di sana terbaca adanya penambahan hukuman, yaitu menghukum manusia dalam kondisi yang bukan manusia (inhuman).

Gotong Royong 

Rumah tahanan yang kini disebut dengan istilah lembaga pemasyarakatan seharusnya menjadi tempat di mana di sana ada kasih dan persahabatan. Hanya dengan demikian narapidana dapat disadarkan untuk kembali ke jalan yang benar, dan dari sana pula mereka bisa merajut kehidupan bersama yang lebih baik di tengah masyarakat. 

Wajah garang para penjaga penjara mestinya tak perlu dipamerkan di sana. Hanya ada kasih dan persahabatan di lembaga permasyarakatan. Tapi kita semua tahu, bahwa rumah tahanan kini menjadi amat menakutkan. Lantas, mengapa istilah lembaga pemasyarakatan tetap saja digunakan? 

Kalau dana yang menjadi alasan sehingga banyak program pemasyarakatan tidak berjalan, mengapa kemudian narapidana diperas secara amat tidak manusiawi? Negeri ini memiliki banyak orang-orang filantrop yang bersedia membantu. Bahkan kalau mau jujur, banyak penjara di Indonesia mendapat kunjungan kaum filantrop. 

Kalau saja ada transparansi, LP tidak perlu kekurangan dana atau ketiadaan tenaga medis. Rakyat di negeri ini sudah terbiasa hidup bergotong royong dan suka membantu. Kebesaran Jiwa Kebesaran jiwa seseorang bisa dilihat dari bagaimana sikapnya terhadap orang yang memusuhinya. Jauh dari sikap membalas dendam apalagi berniat membinasakan musuh adalah suatu sikap yang menunjukkan kebesaran jiwa seseorang. 

Perbuatan jahat dipahami sebagai pelarian manusia dari kodrat dirinya yang merugikan pelaku itu sendiri, karena itu pembalasan dendam tidak diperlukan, karena si pembuat kejahatan pada hakikatnya berada dalam posisi yang sedang memerlukan pertolongan. Pada kesadaran itu kemudian muncul pemahaman bahwa setiap orang perlu mendapat kesempatan untuk dapat berubah, memperbaiki diri, untuk kembali pada harkatnya yang semula. Kesempatan untuk berubah itu diakui menjadi kebutuhan semua manusia yang tidak pernah bebas dari salah. 

Pemberian kesempatan untuk berubah meniscayakan pemberian maaf pada pelaku kejahatan. Pada titik ini terlihat bahwa sikap memaafkan musuh memerlukan jiwa besar yang lahir dari kesadaran akan keterbatasan diri untuk memahami keterbatasan orang lain. 

Kesadaran untuk memaafkan itu tidak berarti menafikan disiplin atau sanksi yang diperlukan untuk mengembalikan sang tersesat pada jalan yang benar. Tanpa sanksi, kesalahan bisa dianggap sebagai bukan kesalahan, namun pemberian sanksi harus didasarkan pada usaha untuk mengembalikan sang pelanggar hukum pada jalan yang benar. 

Luther mengibaratkan, “Di ujung tongkat harus ada buah apel.” Dilema Hukuman Menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan seseorang adalah tidak mudah. Tidak jarang pelaku kejahatan berat mendapat hukuman ringan sedangkan pelaku pelanggaran ringan mendapatkan hukuman berat. Ini umumnya terkait interpretasi hakim dan kemampuan pelaku menjelaskan fakta yang terjadi. Dilema ini kerap muncul di penjara. Seorang petugas lembaga pemasyarakatan sering tergoda untuk menjadi “hakim” di institusi yang menjadi binaannya. Mengapa hal itu terjadi? Bukankah vonis telah dijatuhkan di lembaga pengadilan, sedangkan penjara tinggal melaksanakan apa yang diputuskan pengadilan? 

Tugas utama lembaga pemasyarakatan adalah mengembalikan napi pada masyarakat, bukan menambahkan hukuman pada napi. Mengeksploitasi napi jelas bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia dan moralitas. 

Binsar A. Hutabarat

Wednesday, April 14, 2021

Obat Murah Atau Murahan






Untuk Indonesia yang rakyatnya kebanyakan hidup miskin dan mudah terserang penyakit, ketersediaan obat murah tentu saja menjadi harapan. 

Sayangnya, harapan itu tak kunjung datang, obat rakyat yang murah dan berkualitas yang pernah dijanjikan pemerintah hanya dianggap sebagai obat murahan yang tak berkualitas. 

Tahun lalu, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari meluncurkan program obat murah untuk rakyat sedikit miskin yang diproduksi oleh Indofarma. 

Program tersebut telah menghadirkan harapan baru bagi rakyat yang sedang "panik" mengingat harga obat yang terus merangkak naik, dan tentunya sangat menyengsarakan rakyat kecil. 

Kita tentu paham, untuk memenuhi kebutuhan makan saja mereka sudah kepayahan, apalagi harus ditambah dengan kebutuhan obat yang harganya kian melangit. 

Program obat murah itu menyangkut pengadaan 20 jenis obat generik tak berlogo hasil kerja sama pemerintah dengan PT Indofarma. Sepuluh obat serba seribu itu di antaranya adalah obat batuk dan flu, obat flu, batuk berdahak, asma, penurun panas anak, penurun panas, tambah darah, maag, sakit kepala, dan indo obat batuk cair. 

Dilihat dari jenis obat- obat tersebut dapat dimengerti bahwa obat-obat itu sangat dibutuhkan masyarakat, apalagi pada kondisi cuaca buruk. 

Menurut Menteri Kesehatan, program itu juga bertujuan untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi tamatan apoteker yang masih menganggur serta mencegah terjadinya pemalsuan obat. 

Dengan murahnya harga obat, maka pemalsuan obat diharapkan dapat ditekan, dan penggunaan obat generik tak berlogo dalam jumlah besar itu tentunya akan membuka lowongan kerja baru bagi tamatan apoteker. 

Ironisnya, belum juga rakyat miskin bernafas sedikit lega, ada berita tak sedap didengar. Siti Fadilah mengungkapkan, obat Rp 1000 yang menjadi program pemerintah pada 8 Mei 2007 itu sering tak sampai ke tangan konsumen karena langsung dibeli oleh para spekulan. 

Tapi, pemerintah berjanji akan mengemplang para spekulan obat yang tak bermoral itu, dan menjamin, obat murah itu akan dapat dengan mudah didapat di warung-warung pada 3-6 bulan setelah penetapan itu. 

Kini telah enam bulan lebih berlalu sejak penetapan tersebut dan yang terjadi adalah tren pasar obat generik ternyata justru mengalami penurunan. Jika pada tahun 2001 pasar obat generik mencapai 12 persen, tahun lalu tinggal 7,23 persen. 

Artinya program obat murah belum menunjukkan dampak yang berarti bagi rakyat miskin, bahkan boleh dikatakan tak mendapat respons yang cukup tinggi. 

Apalagi dengan banyaknya obat generik yang kini bermunculan timbul anggapan, bahwa itu bukan obat murah dalam arti obat berkualitas dengan harga murah, tapi itu adalah obat murahan yang rendah kualitas. 

Boleh saja pada waktu peluncuran pertamanya, Menteri Kesehatan menjelaskan, "itu obat rakyat yang murah dan berkualitas, dan kualitasnya ada dalam pemantauan", jadi bukan obat murahan yang tidak berkualitas. 

Tapi pada realitasnya program tersebut belum mengena dihati rakyat miskin. Lantas apa yang salah dengan program obat murah tersebut sehingga tidak digemari oleh masyarakat, dan sayangnya juga obat generik tak berlogo itu juga tak dikenal para dokter pada umumnya dengan baik. 

Realisasi Program Niat baik pemerintah untuk menghadirkan obat murah sesungguhnya patut mendapat pujian. Itu adalah kebijakan yang cerdas dan berpihak pada masyarakat, dalam hal ini masyarakat miskin. 

Kita semua tahu, obat adalah kebutuhan yang amat penting, bahkan telah menjadi kebutuhan dasar setiap orang, karena tak seorangpun yang bebas dari serangan penyakit. 

Terlebih lagi ketika terjadi perubahan cuaca, atau pada kondisi cuaca buruk, karena itu, pastilah semua orang membutuhkan obat, dan penetapan obat murah tentu saja akan sangat membantu masyarakat. 

Sangat disayangkan, promosi obat murah yang diluncurkan pemerintah itu, tidak segencar promosi obat yang harganya selangit. Bukan hanya masyarakat yang asing dengan obat murah itu, tetapi juga para dokter.

 Apalagi dengan banyaknya jenis obat generik yang kini beredar, kita tentu paham promosinya tentu saja membutuhkan biaya tinggi. Belum lagi banyaknya obat generik yang kini beredar (obat generik, obat generik tak berlogo, obat generik berlogo) justru membuat masyarakat cenderung meragukan khasiatnya. 

Tren menurunnya obat generik itu mengindikasikan bahwa hingga kini program obat murah itu kurang dipercaya oleh dokter ataupun masyarakat. Setidaknya itulah yang disimpulkan oleh Syamsul Arifin, Direktur PT Kimia Farma, dalam diskusi bertajuk, "Obat Generik, Obat Murah atau Murahan", tanggal 27 Februari 2008. 

Dalam diskusi tersebut terlontar kesaksian bahwa dalam pengalaman penggunaannya, obat generik ternyata juga memiliki kualitas yang rendah, sehingga dokter pun enggan memberikannya pada pasien, belum lagi dengan adanya efek samping yang mengakibatkan efektivitas obat generik itu dipertanyakan. 

Lebih aneh lagi obat generik itu ternyata masih juga sulit di dapat di apotek, padahal jumlahnya mencapai ratusan dan sering membuat pusing dokter untuk mengingatnya. 

Harus diakui, semua kejelekan yang ditempelkan pada obat murah itu memang belum merupakan hasil penyelidikan yang terpercaya, namun setidaknya itu mestinya menjadi pendorong untuk pemerintah mengevaluasi program obat murah tersebut. 

Kalau tidak berapa banyak uang yang harus terbuang percuma untuk membiayai program obat murah itu. Perlu Koordinasi Kegagalan obat murah untuk dipercaya oleh masyarakat sebenarnya terkait minimnya koordinasi pemerintah dengan para dokter. 

Demikian juga dengan penjual obat, dalam hal ini pemilik apotek, yang merupakan media penting bagi promosi tersebut, jika memang pemerintah tak punya cukup uang untuk mempromosikan obat murah itu layaknya promosi obat bermerek. 

Apabila koordinasi Departemen Kesehatan terjalin baik dengan para dokter, masyarakat tentu akan dapat menerima obat murah tersebut, karena yang merekomendasikannya adalah dokter yang bertanggung jawab merawatnya. Ini, tentunya akan memangkas biaya iklan yang sangat tinggi. 

Kurangnya koordinasi itu juga terlihat, dengan tidak bersedianya dokter memberikan obat generik karena kuatir akan efek samping dari penggunaan obat tersebut. 

Padahal, jika ada koordinasi, pastilah ada umpan balik dari para dokter sebagai upaya penjagaan kualitas obat murah tersebut. Sangat disayangkan, jika program obat murah yang terdengar indah di telinga itu hanya indah di atas kertas, apalagi mengingat begitu berartinya obat bagi masyarakat miskin. 

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan sudah sepatutnya mengevaluasi program obat murah tersebut. Jika tidak, obat murah untuk rakyat hanya akan menjadi mimpi indah yang tak pernah menjadi kenyataan. 

Dr. Binsar Hutabarat

Friday, April 9, 2021

Kemerdekaan dan Ekonomi Pancasila





Kemerdekaan adalah “jembatan emas” untuk memerdekakan rakyat Indonesia. 



Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia harus berjuang memanfaatkan seluruh kekayaan alamnya secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat. 

Pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke-64 ini, kita perlu bertanya, apakah kemerdekaan itu sungguh-sungguh telah menjadi “jembatan emas” bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat? 

Apakah Negara Republik Indonesia telah dan masih terus memiliki kedaulatan untuk memanfaatkan seluruh kekayaan alamnya hanya untuk kesejahtaraan rakyat? 

 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dalam kongres ke-17 di Bukittinggi, Sumatera Barat, menyimpulkan, ekonomi Indonesia, saat ini, didominasi oleh asing. Ini terjadi karena Indonesia telah membuka diri terlalu jauh terhadap investasi asing. 

Akibatnya, sejumlah bidang strategis yang awalnya dikuasai negara kini telah dikuasai asing. Padahal, bidang strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut, menurut UUD 1945, harus tetap dikuasai negara. 

 Beberapa abad yang lalu, Francis Bacon sudah mengingatkan bahwa landasan teleologis ilmu ialah meningkatkan kesejahteraan manusia. Ilmu (yang memberikan pengetahuan) dan teknologi (yang menunjukkan cara untuk memakai pengetahuan itu) memberikan kemampuan pada manusia untuk dapat mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Itulah sebabnya pengetahuan dan kepandaian telah membuat negara yang miskin sumber alam, seperti Korea Selatan, Jepang, dan khususnya negara-negara Barat, berhasil memajukan negeri mereka. 

 Kemampuan mengolah alam dengan menggunakan teknologi menjadikan negara maju bukan saja dapat memaksimalkan hasil alam mereka, tapi juga telah memberikan mereka kemampuan untuk mengolah hasil alam dari negara-negara yang melimpah sumber alamnya, namun gagap dalam teknologi. 

 Kemajuan teknologi kemudian menimbulkan persoalan baru dalam hubungan antarnegara. Kemajuan teknologi membuat negara-negara maju tergoda untuk merampas kedaulatan negara-negara miskin yang merdeka melalui penguasaan ekonomi demi memuaskan nafsu serakah manusia. 

Teknologi sesungguhnya tidak netral dan teknologi telah dikuasi oleh nafsu manusia untuk berkuasa. Kemajuan teknologi terbukti telah melahirkan era baru penjajah di bidang ekonomi. Ini merupakan fenomena baru setelah Perang Dunia II, dan Indonesia adalah salah satu korbannya. 

 Bacon juga menurunkan diktum yang tersohor bahwa ilmu adalah kekuasaan dan teknologi adalah tangan ilmu. Perusahaan multinasional yang menguasai Indonesia dengan kepemilikan teknologi tinggi haruslah dicurigai. 

Pemerintah Indonesia jangan berpikir bahwa perusahaan multinasional itu akan membagi keuntungannya dengan adil dengan Indonesia, apalagi ketika terjadi perselingkuhan antara penguasa dan perusahaan multinasional. 

Hasil pembangunan tidak akan diarahkan untuk pemenuhan kepentingan hidup orang banyak. Secara de jure, Indonesia masih menjadi negara yang merdeka, namun kedaulatan negara terus mengalami krisis. 

Tergerusnya kedaulatan di bidang ekonomi otomatis akan membuat kemerdekaan tidak lagi efektif sebagai jembatan emas untuk menyejahterakan rakyat, yang masih banyak hidup dalam kemiskinan. 

Jika kondisi ini dibiarkan, bukan mustahil Indonesia akan menjadi negara gagal, sebagaimana terjadi pada negara-negara di benua Afrika. 

 Ekonomi Pancasila 

 Alinea kedua Pembukaan UUD 1945 secara indah melukiskan: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” 

 Pembangunan Indonesia adalah hasil kerja sama seluruh rakyat Indonesia untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 secara tegas menetapkan, rakyat Indonesia berhak mendapatkan kesejahteraan melalui pengelolaan alam Indonesia yang dikuasai oleh negara. 

Makin lebarnya jurang antara yang kaya dan miskin mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Hal yang sama dijelaskan oleh sila kelima dari Pancasila. 

Pembangunan masyarakat, termasuk pembangunan dalam bidang ekonomi, harus memberikan keadilan bagi semua rakyat. Kelima sila Pancasila itu oleh Soekarno diperas menjadi satu sila, yakni Gotong Royong, yang bagi Soekarno merupakan intisari dari Pancasila, dan menjadi dasar bagi pembangunan Indonesia, yakni suatu pembangunan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dalam hal ini bagi seluruh rakyat. 

 Masih relevannya Ekonomi Pancasila ini, juga diteguhkan oleh ISEI dalam kongres ke-17 di Padang, yang mengusulkan agar Indonesia kembali ke Ekonomi Pancasila. 

Denasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, yang telah menguasai bidang-bidang strategis di negeri ini, harus segera dilakukan untuk mengobati krisis kedaulatan, yang kini terjadi di Indonesia. Hanya dengan cara inilah Indonesia bisa mencapai tujuan negara adil dan makmur. 

Binsar Antoni Hutabarat

Thursday, April 8, 2021

Pemimpin Berkarakter




  


 “Seorang pemimpin belum tentu memiliki jiwa kepemimpinan, seorang pemimpin juga belum tentu menjalankan peran kepemimpinan. Namun, seorang memiliki kualitas memimpin dan menyumbangkan peran kepemimpinannya belum tentu dan tidak harus berjabatan pemimpin”. Tetapi idealnya mereka yang memiliki kualitas kepimpinan yang layak menjadi pemimpin



Sumatera, Indonesia, Gereja, Agama, Danau, Toba, Biru



Teladan Pemimpin

Kepemimpinan tidak bisa diajarkan, tetapi dididik. Yang dimaksud disini tentu saja adalah pentingya teladan, sebagaimana adanya sebuah proses pendidikan. Tanpa teladan, pendidikan bukanlah pendidikan, melainkan sekadar pengajaran yang adalah bagian dari pendidikan. Dengan demikian jelaslah tidak mudah untuk kita memilih seorang pemimpin yang memiliki kepemimpinan yang baik. Meskipun kita telah banyak belajar mengenai teori-teori kepemimpinan.

 Apabila warga gereja memiliki kepemimpinan yang baik, bukan hanya gereja yang diberkati, tetapi juga dunia ini. Warga gereja yang memiliki kepemimpinan yang baik akan sanggup mendidik pemimpin-pemimpin di luar gereja untuk kemudian memajukan Indonesia dan dunia ini.


Gereja memiliki tanggung jawab yang besar untuk menghadirkan pemimpin yang baik, karena Yesus adalah pemimpin yang baik, dan telah memberikan teladan dalam menjalankan peran kepemimpinan yang baik. Kepemimpinan Yesus ini tersohor dengan sebutan Kepemimpinan yang melayani.


Pemimpin dan Kepemimpinan

 Pemimpin adalah Orang yang memiliki kecakapan, kelebihan sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas -aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Pemimpin Kristen adalah pribadi yang dipilih Allah dan memiliki sifat-sifat alamiah yang diperlukan seorang pemimpin, dan sifat-sifat spiritualitas

Pengertian Kepemimpinan menurut S.P. Siagian adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan dalam suatu pekerjaan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya supaya berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku positif ini memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Prof. Kimbal Young, Pengertian Kepemimpinan ialah bentuk dominasi didasari kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu, berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus.


Ordway Tead di dalam bukunya The Art of Leadership, menyatakan sebagai berikut : Pengertian Kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.


Pengertian Kepemimpinan menurut George R. Terry adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. 

Menurut Howard H. Hoyt, Pengertian Kepemimpinan ialah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kamampuan untuk membimbing orang.

Dari pengertian kepemimpinan diatas, dapat dikemukakan bahwa pada kepemimpinan itu terdapat unsur-unsur, sebagai berikut :

1. Kemampuan mempengaruhi orang lain, dalam hal ini bawahan atau kelompok.

2. Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain.

3. Untuk mencapai tujuan organisai atau kelompok 

Kepemimpinan Kristen

“Kepemimpinan adalah pengaruh.” (Oswald J. Sanders)“Tugas utama pemimpin adalah mempengaruhi umat Allah untuk melaksanakan rencana Allah.” (Robert Clinton)“Seorang pemimpin Kristen yaitu seorang yang dipanggil oleh Allah untuk memimpin; dia memimpin dengan dan melalui karakter seperti Kristus; dan menunjukkan kemampuan fungsional yang memungkinkan kepemimpinan efektif terjadi.” (George Barna)“Kepemimpinan rohani adalah menggerakkan orang-orang berdasarkan agenda Allah.” (Henry & Richard Blackaby)

Memiliki pemimpin seperti Kristus adalah tidak mewah melainkan sebuah kebutuhan. Memberikan peluang bagi para pemimpin untuk tumbuh adalah penting untuk transformasional dan pertumbuhan Gereja. Kecuali kita menemukan, menyediakan, mempromosikan dan memperbanyak kepemimpinan terbaik peluang pembangunan di seluruh dunia, hasilnya akan menjadi tragis. Kepemimpinan yang buruk akan menahan kemajuan Gereja. 

Dari beberapa definisi di atas terlihat bahwa kepemimpinan rohani memiliki persamaan dengan kepemimpinan umum dalam hal mempengaruhi atau menggerakkan orang lain, mensyaratkan kemampuan fungsional dan membimbing kepada tujuan tertentu. Sedangkan perbedaannya, kepemimpinan rohani berdasarkan panggilan Allah, bukan dari manusia atau organisasi; melaksanakan tugas dalam lingkup agenda/rencana Allah, dengan berdasarkan karakter Kristus, dan menuntun kepada tujuan yang Allah kehendaki, bukan tujuan organisasi atau manusiawi.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.joyinmyworld.com/2020/06/pemimpin-berkarakter.html


Corel Store

KASIH SETIA TUHAN SAAT WABAH CORONA







Mazmur 139:13-16

 Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya.


Yesaya 46:4

Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.

Yesaya 46:4, sepatutnya menjadi nyanyian yang kita kumandangkan tiap-tiap hari. Ayat itu berisi sebuah keyakinan yang menjadi dasar bahwa Allah Pencipta langit dan bumi yang kita kenal di dalam Yesus Kristus adalah Allah yang berdaulat dan setia.  Pada masa wabah virus corona ini kita mesti tetap percaya bahwa Allah yang setia senantiasa ada bersama dengan kita dalam kondisi dan situasi apapun.

 

KEHEBATAN ALLAH DALAM PL          

Umat Allah pada jaman Perjanjian lama menjadikan Yesaya 46:4 sebagai penghiburan, dan ayat ini adalah ayat penghiburan bagi umat Allah yang mengalami tantangan dan kesulitan dalam mengikuti panggilan Tuhan. Allah adalah Allah yang setia yang memelihara kita sejak berada dalam kandungan sampai kita berjumpa dengan Allah. Allah yang setia itu tidak pernah meninggalkan orang yang percaya. BETAPA HEBATNYA TUHAN!

UMAT ALLAH KERAP TIDAK SETIA DENGAN TUHAN, BERPALING DARI ALLAH, TAPI ALLAH TETAP SETIA. MEREKA YANG BERBALIK KEPADA ALLAH TAK PERNAH DITOLAK ALLAH YANG SETIA.

Kita perlu terus berjuang menjaga diri untuk tidak terpapar corona dengan mematuhi protokol kesehatan dari pemerintah, secara bersamaan kita juga memohon Tuhan memampukan kita menjaga diri agar tidak menjadi media penularan virus corona kepada orag lain.

 

KESETIAAN ALLAH DASAR PENGHIBURAN SAAT WABAH CORONA

Allah Pencipta yang Setia itu tak pernah membebani kita, tetapi Allah senantiasa siap memikul beban kita. Kematian Kristus di kayu salib adalah bukti kasih Allah yang tak terbatas. TUHAN YESUS JURUSELAMAT MANUSIA BERDOSA

Mengenal Allah pencipta yang peduli terhadap kita, sejak dilahirkan, hingga usia KITA SAAT INI, dan kepeduliaan Allah itu kita rasakan dalam setiap moment kehidupan kita, adalah sangat menghiburkan. LIHATLAH JEJAK LANGKAH KITA, KITA AKAN HERAN BAGAIMANA KITA BISA ADA SEBAGAIMANA KITA ADA SAAT INI. 

HIDUP ADALAH PERGUMULAN, Karena kita masih berada dalam tubuh berdosa, NAMUN PERGUMULAN ITU DAPAT KITA LEWATI BERSAMA ALLAH YANG BESAR yang telah memerdekakan kita dari kuasa dosa,

 

HIBURKANLAH SAUDARA-SAUDARA KITA YANG MENDERITA SAAT WABAH CORONA, DAN BUKANNYA MEMBERIKAN STIGMA PADA MEREKA YANG POSITIF TERINFEKSI CORONA

 

Umat Allah patut mengagungkan kedaulatan Allah, kasih setia Allah yang kekal, dan tak berubah dengan menghiburkan saudara-saudara kita yang terinfeksi corona, demikian juga tenaga medis yang berjuang membendung wabah corona. 

Binsar Antoni Hutabarat



Get our how to guide

    We respect your privacy. Unsubscribe at anytime.