google.com, pub-2808913601913985, DIRECT, f08c47fec0942fa0 AGAMA DAN MASYARAKAT: 04/01/2021 - 05/01/2021

Halaman

Penjara Berujung Kematian




 



Terkait kondisi penjara yang makin tak nyaman bagi para penghuninya, artis Roy Marten dalam suatu seminar antinarkoba berujar, sebaiknya pecandu narkoba jangan ditahan, melainkan dimasukkan ke dalam lembaga rehabilitasi. 

Menurut Roy, di balik jeruji penjara ternyata para pengedar barang-barang haram tersebut tetap beroperasi. Akibatnya, pecandu narkoba tetap saja dapat mengonsumsi narkoba dan mereka tak mampu melepaskan diri dari ketergantungan pada benda terlarang itu. 

Untuk mereka yang berkantung tebal dan hanya sedikit tekad untuk melepaskan diri dari keterikatan pada narkoba, penjara memang bukan tempat yang cocok. Tapi uang telah membuat mereka selalu bisa menikmati barang haram itu, meski berada di balik jeruji. 

Sedangkan bagi mereka yang tak punya uang, kemarahanlah yang mereka pendamkan, dan sikap diskriminatif itulah yang mereka terima. Lembaga pemasyarakatan (LP) yang diharapkan menjadi tempat pembinaan para narapidana untuk kemudian bisa kembalik ke masyarakat, akhirnya benar-benar menjadi penjara bagi para penghuninya. Cukup banyak indikasi pelanggaran hak-hak manusia. Tinginya nyawa yang melayang di balik jeruji besi adalah akibat praktik pembiaran yang kerap dilakukan di LP-LP. Pembiaran napi yang sakit dan kemudian mati merupakan bukti bahwa semangat balas dendam masih kental di LP. Ini adalah perlakuan yang tidak manusiawi. 

Bentham, seorang penganut teori hukum utilitas, mengingatkan, “Jikalau memang terpaksa harus diterima, hukuman itu harus diterima sejauh menjanjikan pengecualian dari kejahatan yang lebih besar”. Hukuman dapat dibenarkan hanya kalau menghasilkan akibat-akibat baik. 

Membiarkan napi mati dalam penjara karena sakit yang diderita atau karena kondisi tahanan yang buruk jelas suatu perbuatan melawan hukum. Apakah akibat baik dari membiarkan napi mati dengan sakit yang dideritanya tanpa memberi pertolongan yang memadai? Tentu saja tidak ada keuntungan sedikit pun bagi narapidana. 

Dari sudut pandang retribusi, pembiaran yang menyebabkan kematian napi juga tidak dapat dibenarkan. Dalam The Chritique of Practical Reason (1788) Kant menulis,”Jikalau seseorang yang suka mengganggu dan mengesalkan masyarakat yang cinta damai akhirnya menerima cambukan secukupnya, setiap orang menyetujuinya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dalam dirinya, meski selanjutnya tak sesuatu pun dihasilkan darinya.” 

Hukuman bisa saja diberikan setimpal dengan pelanggaran seseorang, tapi ia tetap berusaha untuk mengembalikan manusia pada kodratnya. Membiarkan napi tentu saja menyalahi hukum retributif karena di sana terbaca adanya penambahan hukuman, yaitu menghukum manusia dalam kondisi yang bukan manusia (inhuman).

Gotong Royong 

Rumah tahanan yang kini disebut dengan istilah lembaga pemasyarakatan seharusnya menjadi tempat di mana di sana ada kasih dan persahabatan. Hanya dengan demikian narapidana dapat disadarkan untuk kembali ke jalan yang benar, dan dari sana pula mereka bisa merajut kehidupan bersama yang lebih baik di tengah masyarakat. 

Wajah garang para penjaga penjara mestinya tak perlu dipamerkan di sana. Hanya ada kasih dan persahabatan di lembaga permasyarakatan. Tapi kita semua tahu, bahwa rumah tahanan kini menjadi amat menakutkan. Lantas, mengapa istilah lembaga pemasyarakatan tetap saja digunakan? 

Kalau dana yang menjadi alasan sehingga banyak program pemasyarakatan tidak berjalan, mengapa kemudian narapidana diperas secara amat tidak manusiawi? Negeri ini memiliki banyak orang-orang filantrop yang bersedia membantu. Bahkan kalau mau jujur, banyak penjara di Indonesia mendapat kunjungan kaum filantrop. 

Kalau saja ada transparansi, LP tidak perlu kekurangan dana atau ketiadaan tenaga medis. Rakyat di negeri ini sudah terbiasa hidup bergotong royong dan suka membantu. Kebesaran Jiwa Kebesaran jiwa seseorang bisa dilihat dari bagaimana sikapnya terhadap orang yang memusuhinya. Jauh dari sikap membalas dendam apalagi berniat membinasakan musuh adalah suatu sikap yang menunjukkan kebesaran jiwa seseorang. 

Perbuatan jahat dipahami sebagai pelarian manusia dari kodrat dirinya yang merugikan pelaku itu sendiri, karena itu pembalasan dendam tidak diperlukan, karena si pembuat kejahatan pada hakikatnya berada dalam posisi yang sedang memerlukan pertolongan. Pada kesadaran itu kemudian muncul pemahaman bahwa setiap orang perlu mendapat kesempatan untuk dapat berubah, memperbaiki diri, untuk kembali pada harkatnya yang semula. Kesempatan untuk berubah itu diakui menjadi kebutuhan semua manusia yang tidak pernah bebas dari salah. 

Pemberian kesempatan untuk berubah meniscayakan pemberian maaf pada pelaku kejahatan. Pada titik ini terlihat bahwa sikap memaafkan musuh memerlukan jiwa besar yang lahir dari kesadaran akan keterbatasan diri untuk memahami keterbatasan orang lain. 

Kesadaran untuk memaafkan itu tidak berarti menafikan disiplin atau sanksi yang diperlukan untuk mengembalikan sang tersesat pada jalan yang benar. Tanpa sanksi, kesalahan bisa dianggap sebagai bukan kesalahan, namun pemberian sanksi harus didasarkan pada usaha untuk mengembalikan sang pelanggar hukum pada jalan yang benar. 

Luther mengibaratkan, “Di ujung tongkat harus ada buah apel.” Dilema Hukuman Menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan seseorang adalah tidak mudah. Tidak jarang pelaku kejahatan berat mendapat hukuman ringan sedangkan pelaku pelanggaran ringan mendapatkan hukuman berat. Ini umumnya terkait interpretasi hakim dan kemampuan pelaku menjelaskan fakta yang terjadi. Dilema ini kerap muncul di penjara. Seorang petugas lembaga pemasyarakatan sering tergoda untuk menjadi “hakim” di institusi yang menjadi binaannya. Mengapa hal itu terjadi? Bukankah vonis telah dijatuhkan di lembaga pengadilan, sedangkan penjara tinggal melaksanakan apa yang diputuskan pengadilan? 

Tugas utama lembaga pemasyarakatan adalah mengembalikan napi pada masyarakat, bukan menambahkan hukuman pada napi. Mengeksploitasi napi jelas bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia dan moralitas. 

Binsar A. Hutabarat

Obat Murah Atau Murahan






Untuk Indonesia yang rakyatnya kebanyakan hidup miskin dan mudah terserang penyakit, ketersediaan obat murah tentu saja menjadi harapan. 

Sayangnya, harapan itu tak kunjung datang, obat rakyat yang murah dan berkualitas yang pernah dijanjikan pemerintah hanya dianggap sebagai obat murahan yang tak berkualitas. 

Tahun lalu, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari meluncurkan program obat murah untuk rakyat sedikit miskin yang diproduksi oleh Indofarma. 

Program tersebut telah menghadirkan harapan baru bagi rakyat yang sedang "panik" mengingat harga obat yang terus merangkak naik, dan tentunya sangat menyengsarakan rakyat kecil. 

Kita tentu paham, untuk memenuhi kebutuhan makan saja mereka sudah kepayahan, apalagi harus ditambah dengan kebutuhan obat yang harganya kian melangit. 

Program obat murah itu menyangkut pengadaan 20 jenis obat generik tak berlogo hasil kerja sama pemerintah dengan PT Indofarma. Sepuluh obat serba seribu itu di antaranya adalah obat batuk dan flu, obat flu, batuk berdahak, asma, penurun panas anak, penurun panas, tambah darah, maag, sakit kepala, dan indo obat batuk cair. 

Dilihat dari jenis obat- obat tersebut dapat dimengerti bahwa obat-obat itu sangat dibutuhkan masyarakat, apalagi pada kondisi cuaca buruk. 

Menurut Menteri Kesehatan, program itu juga bertujuan untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi tamatan apoteker yang masih menganggur serta mencegah terjadinya pemalsuan obat. 

Dengan murahnya harga obat, maka pemalsuan obat diharapkan dapat ditekan, dan penggunaan obat generik tak berlogo dalam jumlah besar itu tentunya akan membuka lowongan kerja baru bagi tamatan apoteker. 

Ironisnya, belum juga rakyat miskin bernafas sedikit lega, ada berita tak sedap didengar. Siti Fadilah mengungkapkan, obat Rp 1000 yang menjadi program pemerintah pada 8 Mei 2007 itu sering tak sampai ke tangan konsumen karena langsung dibeli oleh para spekulan. 

Tapi, pemerintah berjanji akan mengemplang para spekulan obat yang tak bermoral itu, dan menjamin, obat murah itu akan dapat dengan mudah didapat di warung-warung pada 3-6 bulan setelah penetapan itu. 

Kini telah enam bulan lebih berlalu sejak penetapan tersebut dan yang terjadi adalah tren pasar obat generik ternyata justru mengalami penurunan. Jika pada tahun 2001 pasar obat generik mencapai 12 persen, tahun lalu tinggal 7,23 persen. 

Artinya program obat murah belum menunjukkan dampak yang berarti bagi rakyat miskin, bahkan boleh dikatakan tak mendapat respons yang cukup tinggi. 

Apalagi dengan banyaknya obat generik yang kini bermunculan timbul anggapan, bahwa itu bukan obat murah dalam arti obat berkualitas dengan harga murah, tapi itu adalah obat murahan yang rendah kualitas. 

Boleh saja pada waktu peluncuran pertamanya, Menteri Kesehatan menjelaskan, "itu obat rakyat yang murah dan berkualitas, dan kualitasnya ada dalam pemantauan", jadi bukan obat murahan yang tidak berkualitas. 

Tapi pada realitasnya program tersebut belum mengena dihati rakyat miskin. Lantas apa yang salah dengan program obat murah tersebut sehingga tidak digemari oleh masyarakat, dan sayangnya juga obat generik tak berlogo itu juga tak dikenal para dokter pada umumnya dengan baik. 

Realisasi Program Niat baik pemerintah untuk menghadirkan obat murah sesungguhnya patut mendapat pujian. Itu adalah kebijakan yang cerdas dan berpihak pada masyarakat, dalam hal ini masyarakat miskin. 

Kita semua tahu, obat adalah kebutuhan yang amat penting, bahkan telah menjadi kebutuhan dasar setiap orang, karena tak seorangpun yang bebas dari serangan penyakit. 

Terlebih lagi ketika terjadi perubahan cuaca, atau pada kondisi cuaca buruk, karena itu, pastilah semua orang membutuhkan obat, dan penetapan obat murah tentu saja akan sangat membantu masyarakat. 

Sangat disayangkan, promosi obat murah yang diluncurkan pemerintah itu, tidak segencar promosi obat yang harganya selangit. Bukan hanya masyarakat yang asing dengan obat murah itu, tetapi juga para dokter.

 Apalagi dengan banyaknya jenis obat generik yang kini beredar, kita tentu paham promosinya tentu saja membutuhkan biaya tinggi. Belum lagi banyaknya obat generik yang kini beredar (obat generik, obat generik tak berlogo, obat generik berlogo) justru membuat masyarakat cenderung meragukan khasiatnya. 

Tren menurunnya obat generik itu mengindikasikan bahwa hingga kini program obat murah itu kurang dipercaya oleh dokter ataupun masyarakat. Setidaknya itulah yang disimpulkan oleh Syamsul Arifin, Direktur PT Kimia Farma, dalam diskusi bertajuk, "Obat Generik, Obat Murah atau Murahan", tanggal 27 Februari 2008. 

Dalam diskusi tersebut terlontar kesaksian bahwa dalam pengalaman penggunaannya, obat generik ternyata juga memiliki kualitas yang rendah, sehingga dokter pun enggan memberikannya pada pasien, belum lagi dengan adanya efek samping yang mengakibatkan efektivitas obat generik itu dipertanyakan. 

Lebih aneh lagi obat generik itu ternyata masih juga sulit di dapat di apotek, padahal jumlahnya mencapai ratusan dan sering membuat pusing dokter untuk mengingatnya. 

Harus diakui, semua kejelekan yang ditempelkan pada obat murah itu memang belum merupakan hasil penyelidikan yang terpercaya, namun setidaknya itu mestinya menjadi pendorong untuk pemerintah mengevaluasi program obat murah tersebut. 

Kalau tidak berapa banyak uang yang harus terbuang percuma untuk membiayai program obat murah itu. Perlu Koordinasi Kegagalan obat murah untuk dipercaya oleh masyarakat sebenarnya terkait minimnya koordinasi pemerintah dengan para dokter. 

Demikian juga dengan penjual obat, dalam hal ini pemilik apotek, yang merupakan media penting bagi promosi tersebut, jika memang pemerintah tak punya cukup uang untuk mempromosikan obat murah itu layaknya promosi obat bermerek. 

Apabila koordinasi Departemen Kesehatan terjalin baik dengan para dokter, masyarakat tentu akan dapat menerima obat murah tersebut, karena yang merekomendasikannya adalah dokter yang bertanggung jawab merawatnya. Ini, tentunya akan memangkas biaya iklan yang sangat tinggi. 

Kurangnya koordinasi itu juga terlihat, dengan tidak bersedianya dokter memberikan obat generik karena kuatir akan efek samping dari penggunaan obat tersebut. 

Padahal, jika ada koordinasi, pastilah ada umpan balik dari para dokter sebagai upaya penjagaan kualitas obat murah tersebut. Sangat disayangkan, jika program obat murah yang terdengar indah di telinga itu hanya indah di atas kertas, apalagi mengingat begitu berartinya obat bagi masyarakat miskin. 

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan sudah sepatutnya mengevaluasi program obat murah tersebut. Jika tidak, obat murah untuk rakyat hanya akan menjadi mimpi indah yang tak pernah menjadi kenyataan. 

Dr. Binsar Hutabarat

Kemerdekaan dan Ekonomi Pancasila





Kemerdekaan adalah “jembatan emas” untuk memerdekakan rakyat Indonesia. 



Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia harus berjuang memanfaatkan seluruh kekayaan alamnya secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat. 

Pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke-64 ini, kita perlu bertanya, apakah kemerdekaan itu sungguh-sungguh telah menjadi “jembatan emas” bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat? 

Apakah Negara Republik Indonesia telah dan masih terus memiliki kedaulatan untuk memanfaatkan seluruh kekayaan alamnya hanya untuk kesejahtaraan rakyat? 

 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dalam kongres ke-17 di Bukittinggi, Sumatera Barat, menyimpulkan, ekonomi Indonesia, saat ini, didominasi oleh asing. Ini terjadi karena Indonesia telah membuka diri terlalu jauh terhadap investasi asing. 

Akibatnya, sejumlah bidang strategis yang awalnya dikuasai negara kini telah dikuasai asing. Padahal, bidang strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut, menurut UUD 1945, harus tetap dikuasai negara. 

 Beberapa abad yang lalu, Francis Bacon sudah mengingatkan bahwa landasan teleologis ilmu ialah meningkatkan kesejahteraan manusia. Ilmu (yang memberikan pengetahuan) dan teknologi (yang menunjukkan cara untuk memakai pengetahuan itu) memberikan kemampuan pada manusia untuk dapat mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Itulah sebabnya pengetahuan dan kepandaian telah membuat negara yang miskin sumber alam, seperti Korea Selatan, Jepang, dan khususnya negara-negara Barat, berhasil memajukan negeri mereka. 

 Kemampuan mengolah alam dengan menggunakan teknologi menjadikan negara maju bukan saja dapat memaksimalkan hasil alam mereka, tapi juga telah memberikan mereka kemampuan untuk mengolah hasil alam dari negara-negara yang melimpah sumber alamnya, namun gagap dalam teknologi. 

 Kemajuan teknologi kemudian menimbulkan persoalan baru dalam hubungan antarnegara. Kemajuan teknologi membuat negara-negara maju tergoda untuk merampas kedaulatan negara-negara miskin yang merdeka melalui penguasaan ekonomi demi memuaskan nafsu serakah manusia. 

Teknologi sesungguhnya tidak netral dan teknologi telah dikuasi oleh nafsu manusia untuk berkuasa. Kemajuan teknologi terbukti telah melahirkan era baru penjajah di bidang ekonomi. Ini merupakan fenomena baru setelah Perang Dunia II, dan Indonesia adalah salah satu korbannya. 

 Bacon juga menurunkan diktum yang tersohor bahwa ilmu adalah kekuasaan dan teknologi adalah tangan ilmu. Perusahaan multinasional yang menguasai Indonesia dengan kepemilikan teknologi tinggi haruslah dicurigai. 

Pemerintah Indonesia jangan berpikir bahwa perusahaan multinasional itu akan membagi keuntungannya dengan adil dengan Indonesia, apalagi ketika terjadi perselingkuhan antara penguasa dan perusahaan multinasional. 

Hasil pembangunan tidak akan diarahkan untuk pemenuhan kepentingan hidup orang banyak. Secara de jure, Indonesia masih menjadi negara yang merdeka, namun kedaulatan negara terus mengalami krisis. 

Tergerusnya kedaulatan di bidang ekonomi otomatis akan membuat kemerdekaan tidak lagi efektif sebagai jembatan emas untuk menyejahterakan rakyat, yang masih banyak hidup dalam kemiskinan. 

Jika kondisi ini dibiarkan, bukan mustahil Indonesia akan menjadi negara gagal, sebagaimana terjadi pada negara-negara di benua Afrika. 

 Ekonomi Pancasila 

 Alinea kedua Pembukaan UUD 1945 secara indah melukiskan: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” 

 Pembangunan Indonesia adalah hasil kerja sama seluruh rakyat Indonesia untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 secara tegas menetapkan, rakyat Indonesia berhak mendapatkan kesejahteraan melalui pengelolaan alam Indonesia yang dikuasai oleh negara. 

Makin lebarnya jurang antara yang kaya dan miskin mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Hal yang sama dijelaskan oleh sila kelima dari Pancasila. 

Pembangunan masyarakat, termasuk pembangunan dalam bidang ekonomi, harus memberikan keadilan bagi semua rakyat. Kelima sila Pancasila itu oleh Soekarno diperas menjadi satu sila, yakni Gotong Royong, yang bagi Soekarno merupakan intisari dari Pancasila, dan menjadi dasar bagi pembangunan Indonesia, yakni suatu pembangunan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dalam hal ini bagi seluruh rakyat. 

 Masih relevannya Ekonomi Pancasila ini, juga diteguhkan oleh ISEI dalam kongres ke-17 di Padang, yang mengusulkan agar Indonesia kembali ke Ekonomi Pancasila. 

Denasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, yang telah menguasai bidang-bidang strategis di negeri ini, harus segera dilakukan untuk mengobati krisis kedaulatan, yang kini terjadi di Indonesia. Hanya dengan cara inilah Indonesia bisa mencapai tujuan negara adil dan makmur. 

Binsar Antoni Hutabarat

Pemimpin Berkarakter




  


 “Seorang pemimpin belum tentu memiliki jiwa kepemimpinan, seorang pemimpin juga belum tentu menjalankan peran kepemimpinan. Namun, seorang memiliki kualitas memimpin dan menyumbangkan peran kepemimpinannya belum tentu dan tidak harus berjabatan pemimpin”. Tetapi idealnya mereka yang memiliki kualitas kepimpinan yang layak menjadi pemimpin



Sumatera, Indonesia, Gereja, Agama, Danau, Toba, Biru



Teladan Pemimpin

Kepemimpinan tidak bisa diajarkan, tetapi dididik. Yang dimaksud disini tentu saja adalah pentingya teladan, sebagaimana adanya sebuah proses pendidikan. Tanpa teladan, pendidikan bukanlah pendidikan, melainkan sekadar pengajaran yang adalah bagian dari pendidikan. Dengan demikian jelaslah tidak mudah untuk kita memilih seorang pemimpin yang memiliki kepemimpinan yang baik. Meskipun kita telah banyak belajar mengenai teori-teori kepemimpinan.

 Apabila warga gereja memiliki kepemimpinan yang baik, bukan hanya gereja yang diberkati, tetapi juga dunia ini. Warga gereja yang memiliki kepemimpinan yang baik akan sanggup mendidik pemimpin-pemimpin di luar gereja untuk kemudian memajukan Indonesia dan dunia ini.


Gereja memiliki tanggung jawab yang besar untuk menghadirkan pemimpin yang baik, karena Yesus adalah pemimpin yang baik, dan telah memberikan teladan dalam menjalankan peran kepemimpinan yang baik. Kepemimpinan Yesus ini tersohor dengan sebutan Kepemimpinan yang melayani.


Pemimpin dan Kepemimpinan

 Pemimpin adalah Orang yang memiliki kecakapan, kelebihan sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas -aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Pemimpin Kristen adalah pribadi yang dipilih Allah dan memiliki sifat-sifat alamiah yang diperlukan seorang pemimpin, dan sifat-sifat spiritualitas

Pengertian Kepemimpinan menurut S.P. Siagian adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan dalam suatu pekerjaan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya supaya berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku positif ini memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Prof. Kimbal Young, Pengertian Kepemimpinan ialah bentuk dominasi didasari kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu, berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus.


Ordway Tead di dalam bukunya The Art of Leadership, menyatakan sebagai berikut : Pengertian Kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.


Pengertian Kepemimpinan menurut George R. Terry adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. 

Menurut Howard H. Hoyt, Pengertian Kepemimpinan ialah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kamampuan untuk membimbing orang.

Dari pengertian kepemimpinan diatas, dapat dikemukakan bahwa pada kepemimpinan itu terdapat unsur-unsur, sebagai berikut :

1. Kemampuan mempengaruhi orang lain, dalam hal ini bawahan atau kelompok.

2. Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain.

3. Untuk mencapai tujuan organisai atau kelompok 

Kepemimpinan Kristen

“Kepemimpinan adalah pengaruh.” (Oswald J. Sanders)“Tugas utama pemimpin adalah mempengaruhi umat Allah untuk melaksanakan rencana Allah.” (Robert Clinton)“Seorang pemimpin Kristen yaitu seorang yang dipanggil oleh Allah untuk memimpin; dia memimpin dengan dan melalui karakter seperti Kristus; dan menunjukkan kemampuan fungsional yang memungkinkan kepemimpinan efektif terjadi.” (George Barna)“Kepemimpinan rohani adalah menggerakkan orang-orang berdasarkan agenda Allah.” (Henry & Richard Blackaby)

Memiliki pemimpin seperti Kristus adalah tidak mewah melainkan sebuah kebutuhan. Memberikan peluang bagi para pemimpin untuk tumbuh adalah penting untuk transformasional dan pertumbuhan Gereja. Kecuali kita menemukan, menyediakan, mempromosikan dan memperbanyak kepemimpinan terbaik peluang pembangunan di seluruh dunia, hasilnya akan menjadi tragis. Kepemimpinan yang buruk akan menahan kemajuan Gereja. 

Dari beberapa definisi di atas terlihat bahwa kepemimpinan rohani memiliki persamaan dengan kepemimpinan umum dalam hal mempengaruhi atau menggerakkan orang lain, mensyaratkan kemampuan fungsional dan membimbing kepada tujuan tertentu. Sedangkan perbedaannya, kepemimpinan rohani berdasarkan panggilan Allah, bukan dari manusia atau organisasi; melaksanakan tugas dalam lingkup agenda/rencana Allah, dengan berdasarkan karakter Kristus, dan menuntun kepada tujuan yang Allah kehendaki, bukan tujuan organisasi atau manusiawi.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.joyinmyworld.com/2020/06/pemimpin-berkarakter.html


Corel Store

KASIH SETIA TUHAN SAAT WABAH CORONA







Mazmur 139:13-16

 Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya.


Yesaya 46:4

Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.

Yesaya 46:4, sepatutnya menjadi nyanyian yang kita kumandangkan tiap-tiap hari. Ayat itu berisi sebuah keyakinan yang menjadi dasar bahwa Allah Pencipta langit dan bumi yang kita kenal di dalam Yesus Kristus adalah Allah yang berdaulat dan setia.  Pada masa wabah virus corona ini kita mesti tetap percaya bahwa Allah yang setia senantiasa ada bersama dengan kita dalam kondisi dan situasi apapun.

 

KEHEBATAN ALLAH DALAM PL          

Umat Allah pada jaman Perjanjian lama menjadikan Yesaya 46:4 sebagai penghiburan, dan ayat ini adalah ayat penghiburan bagi umat Allah yang mengalami tantangan dan kesulitan dalam mengikuti panggilan Tuhan. Allah adalah Allah yang setia yang memelihara kita sejak berada dalam kandungan sampai kita berjumpa dengan Allah. Allah yang setia itu tidak pernah meninggalkan orang yang percaya. BETAPA HEBATNYA TUHAN!

UMAT ALLAH KERAP TIDAK SETIA DENGAN TUHAN, BERPALING DARI ALLAH, TAPI ALLAH TETAP SETIA. MEREKA YANG BERBALIK KEPADA ALLAH TAK PERNAH DITOLAK ALLAH YANG SETIA.

Kita perlu terus berjuang menjaga diri untuk tidak terpapar corona dengan mematuhi protokol kesehatan dari pemerintah, secara bersamaan kita juga memohon Tuhan memampukan kita menjaga diri agar tidak menjadi media penularan virus corona kepada orag lain.

 

KESETIAAN ALLAH DASAR PENGHIBURAN SAAT WABAH CORONA

Allah Pencipta yang Setia itu tak pernah membebani kita, tetapi Allah senantiasa siap memikul beban kita. Kematian Kristus di kayu salib adalah bukti kasih Allah yang tak terbatas. TUHAN YESUS JURUSELAMAT MANUSIA BERDOSA

Mengenal Allah pencipta yang peduli terhadap kita, sejak dilahirkan, hingga usia KITA SAAT INI, dan kepeduliaan Allah itu kita rasakan dalam setiap moment kehidupan kita, adalah sangat menghiburkan. LIHATLAH JEJAK LANGKAH KITA, KITA AKAN HERAN BAGAIMANA KITA BISA ADA SEBAGAIMANA KITA ADA SAAT INI. 

HIDUP ADALAH PERGUMULAN, Karena kita masih berada dalam tubuh berdosa, NAMUN PERGUMULAN ITU DAPAT KITA LEWATI BERSAMA ALLAH YANG BESAR yang telah memerdekakan kita dari kuasa dosa,

 

HIBURKANLAH SAUDARA-SAUDARA KITA YANG MENDERITA SAAT WABAH CORONA, DAN BUKANNYA MEMBERIKAN STIGMA PADA MEREKA YANG POSITIF TERINFEKSI CORONA

 

Umat Allah patut mengagungkan kedaulatan Allah, kasih setia Allah yang kekal, dan tak berubah dengan menghiburkan saudara-saudara kita yang terinfeksi corona, demikian juga tenaga medis yang berjuang membendung wabah corona. 

Binsar Antoni Hutabarat



KERUKUNAN BERAGAMA, SUARA NURANI UMAT BERAGAMA








 Pada tahun-tahun belakangan ini memang konflik antarumat beragama di negeri ini terus meningkat, namun usaha masyarakat sipil yang semakin besar untuk mengembangkan kerukunan beragama mestinya juga mampu memotivasi pemerintah untuk memaksimalkan fungsinya  demi mengembalikan  kerukunan beragama yang pernah bersemayam di negeri ini.

Pada galibnya, kerukunan beragama merupakan panggilan agama-agama, karena itu  mestinya agama-agama tak mengenal kata lelah untuk mengusahakan kerukunan diantara agama-agama yang berbeda dan beragam. Apabila umat beragama di negeri ini tetap konsisten dalam mengusung misi perdamaian agama-agama itu, maka  kerukunan bergama tak perlu dipaksakan. Keinginan untuk hidup rukun ada pada sanubari setiap umat beragama. Hidup  rukun merupakan semangat agama-agama.

Kebebasan Nurani sebagai dasar
Mengutip apa yang dikatakan Os Guinnes “Jika kita tidak bisa  menyampaikan apa yang kita imani di ruang publik, itu berarti  pengabaian hak kita sebagai manusia.”Kebebasan menyembah Tuhan baik secara pribadi maupun secara berkelompok adalah hak yang paling asasi dalam diri manusia, dan mengabaikan hak itu sama saja dengan menyangkali martabat kemanusiaan. Kebebasan hati nurani (freedom of conscience) merupakan hal yang amat penting dalam setiap masyarakat. Kebebasan hati nurani sesungguhnya merupakan dasar bagi  kebebasan berbicara (freedom of speech), dan kebebasan berkumpul (freedom of assembly).

Pengakuan kebebasan beragama dan kebebasan hati nurani merupakan syarat utama bagi hadirnya saling pengertian bersama yang menjadi pengikat yang kuat dalam hubungan  antar anggota masyarakat, dasar yang amat penting bagi lahirnya kehidupan yang harmonis dalam sebuah masyarakat.

Apabila seseorang dilarang untuk menyembah Tuhan baik secara perorangan maupun berkelompok, bagaimana mungkin umat beragam agama itu bisa hadir pada ruang publik secara medeka serta menghadirkan keharmonisan dalam hubungan dengan sesama.

Kerukunan antar umat beragama pada galibnya tidak boleh menafikan hak kebebasan beragama, sebuah hak yang tidak boleh ditangguhkan dalam keadaan apapun. Tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Johan Effendi, mantan ketua litbang Departemen Agama RI, prinsip kebebasan beragama berisi pengakuan dan jaminan bahwa setiap orang bebas dan merdeka menganut agama yang diyakininya. Prinsip ini, jauh-jauh hari juga telah ditegaskan oleh  Kyai Haji Agus Salim, seorang tokoh Islam yang terlibat langsung dalam merumuskan Pancasila dan UUD 1945.

Pemberian kebebasan beragama dalam hal ini penting untuk mengoptimalkan fungsi agama-agama bagi perdamaian. Kerjasama antar agama kemudian bisa menjadi tempat dimana agama-agama itu dapat mempromosikan kebaikannya. Sebaliknya, Pembelengguan agama hanya akan menimbulkan “balas dendam” agama, meminjam istilah Gilles Kepel, yang terbaca jelas pada legitimasi kekerasan pada aksi terorisme.

Binsar Antoni Hutabarat

Guru, Pendidik professional


 



 

Guru sebagai jabatan profesional bukan hal yang baru, di negara-negara maju, seperti AS dan Jerman, yang menjadikan sekolah sebagai lembaga untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan mengarahkannya sesuai dengan kemampuan dasar; bakat, dan minatnya, telah lama menjadikan jabatan guru sebagai jabatan profesional yang pendidikannya setara dengan pendidikan jabatan profesional lainnya, yaitu dokter dan pengacara.

Hubungan yang kuat antara guru dan peserta didik merupakan pusat proses pengajaran. 

Pengetahuan bisa diperoleh dalam berbagai cara, apalagi dengan penggunaan teknologi baru di dalam kelas yang telah terbukti efektif. 

Namun, untuk sebagian besar peserta didik, terutama mereka yang belum menguasai keterampilan berpikir dan belajar, guru tetap menjadi katalis penting. 

Demikian juga hal nya dalam kapasitas penelitian independen, kapasitas ini hanya mungkin setelah terjadi interaksi dengan guru atau mentor intelektual. 

Peran guru dalam keberhasilan proses pendidikan sesungguhnya amat krusial, apalagi pada tahap awal pendidikan dimana citra diri pelajar terbentuk. Tuntutan terhadap guru semakin tinggi pada  pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah tertinggal, kemampuan guru untuk memotivasi pelajar untuk hadir di sekolah amat penting untuk pelaksanaan wajib belajar yang dicanangkan pemerintah. 


https://www.joyinmyworld.com/2020/07/guru-pendidik-professional.html

Wabah Corona dan Tanda-Tanda Akhir Zaman


 



 Kedatangan Yesus yang kedua kali pasti terjadi, karena itu dikatakan oleh Tuhan Yesus Sendiri. Tapi, Yesus tak pernah memberikan jadwal tentang kedatanganNya. Itulah sebabnya kita diminta berjaga-jaga atau waspada.

 

Ramalan tentang Jadwal kedatangan Yesus tak perlu dilakukan.Pada wabah corona yang melanda dunia, ini banyak orang juga meramalkan kedatangan Yesus atau berkhirnya zaman. Ini tentu saja tak memiliki landasan Alkitab. Karena kedatangan Yesus adalah tiba-tiba, dan tak ada seorang pun yang dapat mengetahui jadwal kedatangan Yesus, atau berakhirnya zaman, untuk kemudian masuk dalam kekekalan.


KEDATANGAN YESUS TIBA-TIBA

Matius 25: 37 menjelaskan Kedatangan Tuhan Yesus, atau hari terakhir itu seperti pada masa Nuh. Pada zaman Nuh, masyarakat pada waktu itu tidak peduli dengan datangnya air bah seperti yang dikatakan Allah pada Nuh. Sebaliknya, mereka hidup untuk kesenangan diri, tanpa peduli pada Allah yang berdaulat yang harus mereka taati. Orang-orang yang hidup tidak benar itu akhirnya mati oleh air bah, tanpa mampu menyelamatkan diri mereka.


Ketiba-tibaan kedatangan Tuhan Yesus juga digambarkan seperti dua orang yang kerja di ladang, yang seorang akan dibawa, dan yang lain akan ditinggalkan. Kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Kedua gambaran itu sesungguhnya menunjukkan hal yang sama, yaitu kedatangan Yesus tiba-tiba, seperti pencuri, tidak ada yang tahu.


Yang perlu dipahami adalah Tuhan Yesus bukan pencuri, meski kedatangannya tiba-tiba, tapi ketika Yesus datang semua orang yang percaya, yang menantikan kedatangan Yesus pasti akan tahu. Karena kedatangan yesus adalah menjemput orang yang percaya.


Dr. Binsar Antoni Hutabarat




Motivasi Melayani Tuhan










II KORINTUS 5:9-21

 

Apa yang kita percaya dan bagaimana kita bertingkah laku mestinya memiliki keselarasan. Paulus biasanya menghubungkan dengan istilah doktrin dan tugas atau kewajiban.Tahu doktrin, atau ajaran Alkitab, wajib hidup mentaati kebenaran.

Terkait dengan motivasi melayani, dapat dipahami, apa yang Allah kerjakan untuk kita, itulah yang memotivasi kita untuk mengerjakan sesuatu bagi Tuhan. Kita bukan melayani untuk mendapat berkat; kita bukan menyembah Tuhan untuk dapat berkat; kita bukan memuji Tuhan untuk dapat berkat; kita bukan meratap untuk menghadirkan Tuhan. Tetapi sebaliknya karena Tuhan telah membaharui hidup kita, memberkati kita, dan menyelamatkan kita, maka kita melayani Tuhan.

Apakah yang dimaksud dengan pelayanan Kristen?

1. Pelayanan Kristen adalah menjangkau orang untuk didamaikan dengan Allah (2 Korintus 5:20).

2. Pemberitaan kabar baik tidak pernah menggunakan cara licik, karena yang mendamaikan manusia dengan Allah, adalah Allah sendiri. Berita tentang Korban Kristus di Salib adalah fakta yang mendamaikan manusia berdosa dengan Allah yang Kudus,


 

PAULUS MENGATAKAN, BERITAKU KEPADAMU ADALAH BENAR, MOTIVASIKU ADALAH MURNI DAN JUJUR (1 TIM 2:3)

 

3 Motivasi Pelayanan Rasul Paulus:

1. Takut akan Tuhan.

Paulus bersyukur atas karya Allah yang Agung dan telah mengampuni dosanya. keagungan Tuhan membuat Paulus gentar, siapakah dirinya yang dapat beroleh kasih karunia Tuhan?(2 Kor 5:9-13)

Ambisi menyenangkan Tuhan. Orang yang memahami dirinya ditebus oleh Tuhan dari dosa dan kesalahannya, hanya akan hidup untuk menyenangkan Tuhan yang baik.

Ingin Bertemu Tuhan dengan tanpa malu(1 Yohanes 2:28). Pelayanan kita dinilai Allah, tidak ada yang dapat disembunyikan dari Allah. Ketika bertemu dengan Tuhan, Paulus berharap dapat mendapatkan mahkota dari Allah yang baik yang menghargai jerih lelahnya dalam Tuhan.

Menjangkau manusia berdosa. ALLAH memberikan mandat untuk orang percaya memberitakan kabar baik tentang pengampunan dosa keseluruh dunia. 

 

2. Kasih Kristus ( 2 Kor 5: 14-17)

Bagaimana mungkin takut dan kasih diam dalam hati yang sama? Itu ditemukan dalam hati anak-anak yang mengasihi orang tua dan hormat kepada orang tua, juga pada otoritas orang tua. Kita mengasihi Allah, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.


Kristus mati dan kita diidentifikasikan dalam kematian Kristus. Aku disalibkan dengan Kristus. (Galatia 2:20)

Kita bukan hanya mati dengan Kristus, tetapi kita juga dihidupkan bersama dengan kristus. Karena kita mati dengan Kristus, maka kita dapat mengalahkan dosa dalam Kristus. Dalam Kristus kita dapat berbuah untuk kemuliaan Tuhan


3. Perintah Kristus (2 Korintus 5 18-21)

Karena pemberontakan manusia, manusia menjadi musuh Allah dan tidak dapat berhubungan dengan Allah. Melalui salib Kristus mendamaikan manusia dengan Allah. Berita pendamaian manusia berdosa diperintahkan Yesus untuk diberitakan keseluruh dunia.

 

Dr. Binsar A. Hutabarat, M.Th.

https://www.joyinmyworld.com/2020/07/motivasi-melayani-tuhan.html


Kasih sebagai Tindakan Aktif





   Kasih Sebagai Tindakan aktif mengasihi sesama perlu terus dikumandangkan, apalagi pada era normal baru saat ini.


"Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

 

Mengasihi Allah merupakan kekuatan yang memampukan manusia mengasihi diri sendiri dan mengasihi sesamanya. Karena segala sesuatu yang baik, benar, adil. Kudus berasal dari Allah, maka hanya di dalam Allah manusia bisa menikmati hal yang baik, benar, kudus. Adil dan sifat-sifat Allah lainnya.

 

Menikmati kebaikan Allah.


Menikmati kebaikan Allah membuat kita merespon Allah dengan mengasihi Allah. Itulah sebabnya Alkitab mengatakan, Kita mengasihi Allah, Karena Allah terlebih dulu mengasihi kita. Tanpa mengenal, mengalami kasih Allah, manusia tidak akan mengasihi Allah, demikian juga dirinya yang diciptakan mulia oleh Allah, dan sesama manusia yang adalah ciptaan Allah.

 

Pada praktiknya, mengasihi sesama manusia harus lebih dulu dilakukan, untuk memastikan apakah kita sungguh-sungguh mengasihi Allah. Melalui tindakan mengasihi sesama itu seseorang akan tahu bahwa kemampuan mengasihi sesama itu berasal dari Allah, dan buktinya kita mengasihi Allah adalah adanya kekuatan kasih Allah yang menolong kita untuk mengasihi sesama.Apabila kita ingin memiliki kepastian apakah kita mengasih Allah, maka lihatlah tanda-tanda kasih kita kepada sesama.


Tindakan aktif mengasihi sesama 



Mengasihi sesama itu sendiri sesungguhnya adalah sebuah tindakan aktif, sebagaimana Allah secara aktif mengasihi kita, maka kasih Allah yang aktif mengasihi kita itu, akan secara aktif mendorong kita untuk mengasi sesama. Jadi kita tidak bisa mengatakan mengasihi sesama jika kita tidak aktif mengasihi sesama. Kasih itu tidak menunggu untuk dikasihi. "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang  perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."

 

Pada era normal baru ini, kasih terhadap sesama perlu dinyatakan dengan berdisiplin menerapkan protokol kesehatan, baik dirumah ibadah, di kantor, atau tempat-tempat perbelanjaan. Kita mesti secara akhit menjaga jarak fisik untuk menghindari orang lain tertulat virus corona. Munculnya cluster-cluster baru di tempat ibadah dan perkantoran mesti memberikan kewaspadaan terhadap munculnya penyebaran corona gelombang kedua, apalagi anti virus belum berhasil diproduksi, dan masih dalam taraf uji coba.

 

Seorang yang mengasihi Tuhan sejatinya harus lebih dulu mempraktikkan kasih kepada sesama. Dan orang yang dapat mengasihi sesama sejatinya adalah orang yang mampu mengasihi dirinya secara benar. Berarti menjaga diri agar tidak tertular virus corona harus berjalan seiring dengan komitmen untuk menjaga orang lain agar tidak tertular virus corona, dengan menjaga diri agar tidak menjadi media penularan corona.

 

Melakukan ibadah bersama dalam sebuah tempat ibadah dengan melakukan penerapan protoko kesehatan, adalah wujud kasih kepada Tuhan  agar tidak tertular corona, dan juga melindungi orang lain agar tidak tertular virus corona. Kita tentu saja berharap badai virus corona ini cepat berlalu, dan itu bisa kita atasi dengan mewujudkan kasih kepada sesama melalui penerapan protokol kesehatan.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


Kebebasan dan Kerukunan Beragama









 Pada tes wawancara  seleksi tahap IV  calon Komisioner Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) 2012-2017  (tes psikologi, uji publik, wawancara), penulis sebagai salah seorang calon diminta menjelaskan pasal 28J ayat 2, UUD 1945, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dan dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil dan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”

 

Sebelum pertanyaan tersebut penulis mengungkapkan bahwa peraturan-peraturan yang bersifat diskriminatif tak sesuai dengan konstitusi negeri ini dan harus dicabut. Peraturan-peraturan yang diskriminatif  itu antara lain seperti Peraturan Bersama Menteri (PBM) 2006, hasil revisi SKB 2 Menteri tahun 1969 yang kini dijadikan instrumen penyegelan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin, dan juga HKBP Filadelfia, dan  hingga kini belum mendapatkan jalan keluar penyelesaian.

 

Peraturan-peraturan dan undang-undang yang diskriminatif di negeri ini seakan mendapatkan pembenaran konstitusi karena konstitusi menetapkan setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditentukan dengan undang-undang. Apabila pemerintah membuat pembatasan-pembatasan yang dituangkan dalam undang-undang dan peraturan-peraturan, meskipun itu terindikasi bersifat diskriminatif, ayat tersebut seakan mewajibkan agar setiap warga untuk tunduk kepada undang-undang atau peraturan-peraturan tersebut. Pembangkangan terhadap hal itu bisa dianggap melawan konstitusi.

 

 

 Pembatasan kebebasan

 

Apabila kebebasan memiliki pembatasan-pembatasan, masih bisakah kebebasan dimaknai sebagai kebebasan?

 

Kebebasan tanpa pembatasan hanya akan melahirkan republik “rimba”. Sebuah neraka dimana yang kuat bisa bertindak sekehendak hatinya, dan yang lemah menjadi sasaran kebuasan yang kuat.

 

Kebebasan sesungguhnya  tak bisa dimaknai sebagai kondisi tanpa pembatasan. Karena dalam kebebasan tersebut ada sanksi yang diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, yang mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat dan negara. Mereka yang melanggar hukum, meski dengan alasan kebebasan tetap harus dihukum, karena kebebasannya dipergunakan untuk membatasi kebebasan orang lain. Karena itu kebebasan tanpa pembatasan tak layak disebut kebebasan. Itu lebih layak disebut sebagai keliaran. Seperti layaknya berada dalam hutan belantara yang tak mengenal aturan hukum bersama.

 

Namun, pembatasan kebebasan haram hukumnya jika dilakukan demi keuntungan-keuntungan sosio-ekonomi, atau politik. Pembatasan kebebasan hanya layak jika itu dilakukan demi kebebasan itu sendiri, yaitu agar setiap orang memiliki kebebasan yang sama. Pembatasan-pembatasan itu diperlukan demi terciptanya kesamaan (equal liberty).

 

Dengan demikian jelaslah aturan-aturan yang bersifat diskriminatif yang digelontorkan di negeri ini  tak memiliki pijakannya dalam konstitusi, sebaliknya itu merupakan perlawanan terhadap konstitusi, karena itu harus direvisi agar sesuai dengan konstitusi,  atau dicabut.

 

Terciptanya kebebasan beragama sesungguhnya juga menuntut saham pemerintah. Regulasi pemerintah (pembatasan-pembatasan) jaminan kebebasan beragama (freedom religious) dan perlakuan anti diskriminasi agama tentu saja dibutuhkan agar agama-agama mendapatkan jaminan kebebasan beragama dan jaminan atas perlakuan yang sama.

 

Pemerintah memang tidak perlu mengatur kehidupan internal agama, namun regulasi pemerintah yang memberikan jaminan kebebasan beraganma tersebut dapat diwujudkan dalam regulasi yang  menjaminan kebebasan beragama dan anti diskriminasi agama. Ini merupakan syarat mutlak terciptanya kondisi yang kondusip bagi perjumpaan agama-agama yang damai di ruang publik.

 

 

Kerukunan beragama

 

Umat beragama dapat memenuhi panggilannya untuk membangun kerukunan antarumat beragama secara optimal hanya apabila hak-hak umat beragama itu dipenuhi. Hak kebebasan menyembah Tuhan baik secara pribadi maupun secara berkelompok dalam hal ini adalah hak yang paling asasi dalam diri manusia, mengabaikan hak itu sama saja dengan menyangkali martabat kemanusiaan. Menurut Os Guiness, kebebasan hati nurani (freedom of conscience) merupakan hal yang amat penting dalam setiap masyarakat dan menjadi dasar bagi  kebebasan berbicara (freedom of speech), dan kebebasan berkumpul (freedom of assembly).

 

Pengakuan kebebasan beragama dan kebebasan hati nurani merupakan syarat utama bagi hadirnya saling pengertian bersama yang akan menjadi pengikat yang kuat dalam hubungan  antar anggota masyarakat, ini merupakan dasar yang amat penting bagi lahirnya kehidupan yang harmonis dalam sebuah masyarakat. 

 

Apabila seseorang dilarang untuk menyembah Tuhan baik secara perorangan maupun berkelompok, sebagaimana yang terjadi pada GKI Taman Yasmin dan HKBP Filadelfia, bagaimana mungkin umat beragama itu bisa hadir pada ruang publik secara medeka serta menghadirkan keharmonisan dalam hubungan dengan sesamanya.

 

Pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan beragama melalui undang-undang mestinya bukanlah pembelengguan kebebasan beragama. Sebaliknya supaya semua agama-sgama di bumi Indonesia itu menikmati kebebasan yang sama. Karena itu inkonsistensi pemerintah dalam mentransformasi nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, setidaknya terindikasi dengan lahirnya peraturan-peraturan yang diskriminatif terkait dengan keberadaan agama-agama, jelas tak mendapat pembenaran konstitusi.

 

Apabila pada waktu transformasi Pancasila  kedalam  perundang-undangan terjadi dominasi dan hegemoni agama, maka  perundang-undangan yang dihasilkan niscaya bertentangan dengan Pancasila yang inklusif dan nondiskriminatif.

 

Pemerintah mesti merenungkan apa yang dikatakan Trasymachus dan mewaspadainya, “Hukum tidak lain kecuali kepentingan mereka yang kuat” Bila hukum menjadi kendaraan untuk kepentingan-kepentingan yang kuat maka hukum pastilah menjauh dari keadilan. Jika yang adil disamakan dengan yang legal, maka sumber keadilan adalah kehendak pembuat hukum. Parahnya, kehendak pembuat hukum tidak selalu sesuai dengan keadilan, itulah sebabnya banyak ketidakadilan dipertontonkan dimuka pengadilan ketika yang adil itu disamakan dengan yang legal.

 

Pembuat undang-undang harus menjauh dari apa yang dipromosikan Machiavelli dalam The Prince yang menolak mendasarkan politik atas hak dan hukum yang menyatakan bahwa tidak ada hukum kecuali kekuatan yang dapat memaksakannya. Lahirnya peraturan-peraturan yang diskriminatif di Indonesia tampaknya telah dikuasai semangat Machiavelli yang menjadikan hukum tidak lain kecuali alat legitimasi kekuasaan. Akibatnya peraturan dan undang-undang enggan bermesraan dengan keadilan.  

 

 

 

Binsar Antoni Hutabarat