Pada tahun-tahun belakangan ini memang konflik antarumat beragama di negeri ini terus meningkat, namun usaha masyarakat sipil yang semakin besar untuk mengembangkan kerukunan beragama mestinya juga mampu memotivasi pemerintah untuk memaksimalkan fungsinya demi mengembalikan kerukunan beragama yang pernah bersemayam di negeri ini.
Pada galibnya, kerukunan beragama merupakan panggilan agama-agama, karena itu mestinya agama-agama tak mengenal kata lelah untuk mengusahakan kerukunan diantara agama-agama yang berbeda dan beragam. Apabila umat beragama di negeri ini tetap konsisten dalam mengusung misi perdamaian agama-agama itu, maka kerukunan bergama tak perlu dipaksakan. Keinginan untuk hidup rukun ada pada sanubari setiap umat beragama. Hidup rukun merupakan semangat agama-agama.
Kebebasan Nurani sebagai dasar
Mengutip apa yang dikatakan Os Guinnes “Jika kita tidak bisa menyampaikan apa yang kita imani di ruang publik, itu berarti pengabaian hak kita sebagai manusia.”Kebebasan menyembah Tuhan baik secara pribadi maupun secara berkelompok adalah hak yang paling asasi dalam diri manusia, dan mengabaikan hak itu sama saja dengan menyangkali martabat kemanusiaan. Kebebasan hati nurani (freedom of conscience) merupakan hal yang amat penting dalam setiap masyarakat. Kebebasan hati nurani sesungguhnya merupakan dasar bagi kebebasan berbicara (freedom of speech), dan kebebasan berkumpul (freedom of assembly).
Pengakuan kebebasan beragama dan kebebasan hati nurani merupakan syarat utama bagi hadirnya saling pengertian bersama yang menjadi pengikat yang kuat dalam hubungan antar anggota masyarakat, dasar yang amat penting bagi lahirnya kehidupan yang harmonis dalam sebuah masyarakat.
Apabila seseorang dilarang untuk menyembah Tuhan baik secara perorangan maupun berkelompok, bagaimana mungkin umat beragam agama itu bisa hadir pada ruang publik secara medeka serta menghadirkan keharmonisan dalam hubungan dengan sesama.
Kerukunan antar umat beragama pada galibnya tidak boleh menafikan hak kebebasan beragama, sebuah hak yang tidak boleh ditangguhkan dalam keadaan apapun. Tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Johan Effendi, mantan ketua litbang Departemen Agama RI, prinsip kebebasan beragama berisi pengakuan dan jaminan bahwa setiap orang bebas dan merdeka menganut agama yang diyakininya. Prinsip ini, jauh-jauh hari juga telah ditegaskan oleh Kyai Haji Agus Salim, seorang tokoh Islam yang terlibat langsung dalam merumuskan Pancasila dan UUD 1945.
Pemberian kebebasan beragama dalam hal ini penting untuk mengoptimalkan fungsi agama-agama bagi perdamaian. Kerjasama antar agama kemudian bisa menjadi tempat dimana agama-agama itu dapat mempromosikan kebaikannya. Sebaliknya, Pembelengguan agama hanya akan menimbulkan “balas dendam” agama, meminjam istilah Gilles Kepel, yang terbaca jelas pada legitimasi kekerasan pada aksi terorisme.
Binsar Antoni Hutabarat
Comments
Post a Comment