google.com, pub-2808913601913985, DIRECT, f08c47fec0942fa0 AGAMA DAN MASYARAKAT: Korupsi sebagai musuh bersama

Halaman

Korupsi sebagai musuh bersama


 


 

 

 Korupsi sepatutnya menjadi musuh bersama semua rakyat Indonesia. Korupsi membuat masyarakat tidak menikmati kehidupan yang layak

, yang menjadi cita-cita kemerdekaan.

Penanganan kasus-kasus korupsi yang terus terkuak, bahkan mulai menyentuh kasus-kasus mega korupsi, belum juga menjanjikan Indonesia merdeka dari  korupsi. 

Kondisi ini telah menggangu kegembiraan peringatan kemerdekaan Indonesia ke-75 tahun ini yang dilaksanakan secara sederhana pada masa pandemi covid-19. Pasalnya, kasus-kasus mega korupsi  belum juga terselesaikan.

 

 

Korupsi sebagai musuh bersama

 

Reproduksi korupsi dipandang dari sudut manapun tak memiliki pijakan kebenaran. Karena itu, ”menjadikan korupsi sebagai 'budaya,” atau membiarkan korupsi terus mereproduksi adalah sebuah kesalahan fatal. Korupsi  adalah kebiadaban, musuh semua manusia. Manusia beradab mestinya menekan hal-hal yang jahat, dan berusaha semaksimal mungkin menumbuhkan nilai-nilai manusia yang bermutu dan   mulia, yakni kebaikan, keadilan, serta segala sesuatu yang merupakan kebaikan bagi sesama. Maka, menjadikan korupsi sebagai “budaya” sama saja dengan menciptakan negara mafia yang biadab dan tak     berperikemanusiaan.

 

Korupsi dana pendidikan telah menyebabkan biaya pendidikan terus melambung, meski pos dana pendidikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Korupsi dana kesehatan  menyebabkan biaya rumah sakit tak terjangkau rakyat kecil, sudah tak terhitung berapa nyawa yang harus melayang karena mereka tak mampu membayar pengobatan di rumah sakit. Korupsi juga menjadi biang keladi mengapa terjadi eksploitasi alam yang semena-mena dan menyengsarakan masyarakat disekitar eksploitasi alam itu terjadi, karena alam tak lagi bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka, belum lagi bahaya banjir, tanah longsor yang setiap saat bisa mengancam mereka akibat  penebangan hutan, tanah-tanah tandus di tempat eksploitasi bahan tambang dll.

 

Manusia beretika mestinya menyadari akibat buruk perbuatannya pada orang lain, baik pada masa kini maupun generasi selanjutnya. Tepatlah apa yang dikatakan Aristoteles, “lebih baik menderita daripada melakukan kejahatan.” Hans Jonas, seorang filosof Jerman-Amerika, secara lebih luas mengungkapkan, Bertindaklah sedemikian rupa hingga akibat-akibat tindakan kita dapat diperdamaikan dengan kelestarian kehidupan manusiawi sejati di bumi.”Bayangan buruk dari akibat perbuatan jahat pada masa kini terhadap masa mendatang harusnya membuat kita berusaha bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang kita lakukan. Reproduksi korupsi dengan alasan apapun harus ditumpas oleh segenap rakyat di negeri ini, korupsi tak layak “dibudidayakan”. Korupsi layak menjadi musuh bersama bangsa ini.

 

Kita patut merenungkan apa yang di suarakan Levinas, Respon deo ergo sum, (aku bertanggung jawab, jadi aku berada). Manusia bukan lagi manusia jika tak memiliki tanggung jawab atas sesamanya. Melindungi kehidupan dan menanggapi penderitaan sesama adalah prinsip utama etika, " berbuat baiklah terhadap sesama dan  janganlah berbuat jahat terhadap sesama." Jadi, reproduksi korupsi yang menyengsarakan sesama adalah tidak etis dan tanda manusia tak berbudaya. Semua orang yang memiliki jiwa kepahlawanan tentu tak akan membiarkan merajalelanya korupsi di negeri ini.

 

 

 

Bintang jasa pemberantas korupsi

 

Indonesia memerlukan pemimpin yang tidak hanya pandai, memiliki kemampuan manajerial yang tersohor, tetapi juga memiliki sifat kepahlawanan. Pemimpin yang memiliki sifat kepahlawanan  adalah pemimpin yang berani membela dan menyuarakan kebenaran, yang menguntungkan semua orang tanpa perbedaan, dan yang mendatangkan kebaikan bagi semua masyarakat.

 

Di negeri ini, korupsi tergolong dalam kejahatan luarbiasa, pemberantasannyapun  menjadi bagian dalam perjuangan reformasi. Dan perjuangan pemberantasan korupsi itu juga telah melewati satu dekade reformasi, namun hasilnya tetap belum menggembirakan. Bahkan, Indonesia kini sedang memasuki masa paling kelam dalam pemberantasan korupsi, yakni terjadinya reproduksi korupsi yang banal. Reproduksi korupsi ini tentu saja tak boleh dibiarkan terus menggila, atau dibiarkan merasuki semua elemen bangsa, karena taruhannya adalah masa depan bangsa ini.

 

Perilaku korupsi yang dibiarkan merajalela pada masa kini akan berdampak pada masa depan bangsa, yaitu negara gagal. Indonesia membutuhkan tampilnya pahlawan-pahlawan pemberantas korupsi. Dan untuk memotivasi perjuangan berat tersebut, bintang jasa pemberantas korupsi diberikan pada pribadi-pribadi yang berjasa luarbiasa dalam pemberantasan korupsi, ini akan mendorong semua elemen bangsa untuk bahu membahu berperang melawan korupsi, dan menjadi korupsi musuh utama bangsa ini.

 

Tugas untuk menghantar rakyat negeri ini pada kehidupan masyarakat yang adil dan makmur dengan cara memutus rantai korupsi merupakan tugas mulia. Mereka yang berkomitmen pada tugas tersebut layak mendapatkan Bintang Jasa Pemberantas Korupsi.

 

 

Binsar A. Hutabarat


No comments:

Post a Comment