Tuesday, July 28, 2020
Saturday, July 25, 2020
JALAN GETSEMANI: MEMBENDUNG WABAH CORONA
Yesus telah menunjukkan bahwa jalan getsemani merupakan jalan terbaik bagi umat Kristen untuk melewati pergumulan berat dalam mengambil keputusan besar yang berdampak untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Getsemani juga merupakan tempat penting untuk Kristen Indonesia hidup memberikan dampak bagi sesama manusia, khususnya pada saat sulit menghadapi wabah virus corona.
Umat Kristen tentu akrab dengan perkataan Yesus ketika di salib, yang sekaligus juga merupakan doa Yesus kepada Bapa yang mengutus Yesus. Salah satu perkataan yang agung ketika Yesus di salib adalah doa yang selalu ingin memuliakan Bapa.
Ya Bapa-Ku, Jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. (Lukas 22: 42-44).
Getsemani merupakan tempat penting bagi Yesus untuk mempersiapkan menggenapi rencana Allah Bapa, Di taman Getsemani itu Yesus memohon kekuatan Bapa untuk menggenapi misi Allah menyelamatkan manusia berdosa, dengan berdoa sampai peluhnya seperti titk-titik darah. Getsemani menjadi tempat pergumulan yang amat berat untuk menentukan pilihan menggenapi rencana Allah Bapa.
Di Getsemani, Malaikat menguatkan Yesus yang tertekan, sebagai manusia sejati Yesus juga tertekan untuk menerima kematian yang mengerikan yang tidak harus Ia jalani. Di Getsemani Yesus mengambil keputusan untuk menyerahkan diri, meminum cawan penderitaan, dengan mati di di salib. Yesus dijadikan dosa, meski tidak berdosa, untuk menebus manusia berdosa. Tanpa Getsemani tak ada peringatan Jumat Agung dan Paskah
Getsemani mengajarkan kepada kita bahwa apapun keputusan besar dan sulit yang harus kita ambil harus memuliakan Tuhan, seperti Yesus taat kepada Bapa. Demikian juga pada masa-masa sulit menantikan wabah corona berakhir umat Kristen harus hidup memuliakan Tuhan dan mengasihi sesama.
Mengambil keputusan besar dan sulit tentu saja membutuhkan segenap penggunaan akal budi secara maksimal, demikian juga seluruh kekuatan kita. Berjuang untuk mengambil keputusan yang besar dan sulit bisa membawa seseorang pada kondisi tertekan, apalagi ketika keputusan yang harus diambil adalah keputusan yang membawanya pada penderitaan yang tidak patut orang itu terima.
Yesus berkata, "Jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKU." Yesus bisa saja tidak menyerahkan dirinya untuk mati di salib. Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati, berarti Yesus bisa tidak meminum cawan penderitaan yang diberikan Bapa. tapi Yesus memilih untuk mati di salib, sebuah keputusan yang tidak populer untuk murid-murid Yesus pada waktu itu. Keputusan besar dan sulit biasanya adalah keputusan yang tidak populer.
Gereja-gereja di Indonesia telah mengambil waktu berdoa untuk memohon agar Tuhan melenyapkan virus corona dari bumi Indonesia, dan juga dari negara-negara lain. Gereja berdoa agar dunia terbebas dari virus corona. Doa yang sama juga dilakukan oleh umat beragama lain. Tetapi, Tuhan tidak melenyapkan corona. Apakah ada yang salah dengan do-doa umat beragama di Indonesia, termasuk dengan doa-doa yang dinaikkan umat Kristen di Indonesia.
Sayangnya, di tengah pergumulan berat getsemani itu ada yang mungkin tak mampu bertahan untuk terus berdoa. Ironisnya, ketidakmampuan kita untuk terus berdoa justru membuat kita saling menyerang. Perdebatan seru tentang doa yang benar juga terjadi di media sosial.
Pada masa wabah corona ini setiap denominasi gereja tidak perlu mengklaim ibadahnya yang paling benar, sedang ibadah denominasi gereja lain tidak benar. Ibadah live streaming yang merobohkan sekat-sekat gedung ibadah perlu disikapi secara bijaksana.
Pertarungan untuk saling menyesatkan sesungguhnya tidak produktif di alam demokrasi saat ini, apalagi ketika semua masyarakat Indonesia sedang berduka. Kesaksian iman boleh saja dikumandangkan. Pemberitaan Injil boleh terus dikumandangkan, karena pengumandangan Injil dijamin oleh Pancasila dan piagam hak-hak asasi manusia. Tapi, bagaimana kewajiban Kristen untuk bersama memerangi wabah corona?
Pada beberapa pertemuan kita mendengar doa-doa mohon ampun kepada Tuhan atas wabah corona yang melanda dunia, sekelompok orang menganggap wabah corona berelasi dengan dosa dan kejahatan manusia. Dosa dan kejahatan manusia dianggap sebagai penyebab corona yang menyebar keseluruh dunia. Pertobatan masal ini sesungguhnya ada baiknya, karena kita semua mengakui bahwa kita tidak bebas dari salah.
Tapi, jika wabah corona terus berlangsung, apakah kita akan terus memaksa Tuhan menghentikan corona? Doa yang benar seperti yang diajarkan Yesus adalah doa yang menginginkan Tuhan dimuliakan, dengan jalan melakukan kehendak Tuhan.
https://www.joyinmyworld.com/2020/07/jalan-getsemani-membendung-wabah-corona.html
Friday, July 24, 2020
Selamat Hari Anak nasional
Wednesday, July 22, 2020
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia
Tuesday, July 21, 2020
Sistem Kebijakan Publik
Monday, July 20, 2020
EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT SAAT COVID 19
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mungkin cocok dengan mencontoh kehidupan masyarakat Adat. Saat saya berada di Desa Sinar Resmi, masuk keluar orang dari desa tersebut terpantau dengan baik. Bahkan mereka yang berkunjung ke desa tersebut mendapatkan tempat tersendiri dalam pemantauan pimpinan desa.
Mungkin itulah sebabnya, penyebaran Covid 19 tidak begitu terdengar melanda daerah masyarakat adat yang tertata dengan baik dengan aturan adat yang dipatuhi masyarakat desa. Berbeda dengan penerapan PSBB di Provinsi DKI Jakarta yang sarat pelanggaran.
Masyarakat adat melekat dengan agamanya, berarti juga melekat dengan aturan yang ditaati masyarakat sebagai standar hidup bersama. Ketaatan pada aturan adat menjadikan toleransi dalam msyarakat adat tertata dengan baik. Berdasarkan hal tersebut maka menghormati masyarakat dalam daerah urban saat ini berarti juga menghormati agama dan kepercayaan masyarakat adat. Eksistensi masyarakat adat perlu tetap diproteksi dalam masyarakat urban. Karena menjaga eksistensi masyarakat adat adalah merawat nilai-nilai toleransi yang secara bersamaan juga merawat NKRI.
Marthin Luther dengan tegas mengatakan, “di dalam hati nuraninya manusia adalah raja, tidak boleh ada orang lain yang menjadi raja atas sesamanya. Kebebasan memilih agama dan kepercayaan adalah hak dari Tuhan, karena suara nurani adalah suara Tuhan, meski tidak mutlak, mengingat keterbatasan manusia. Kebebasan hati nurani menjadi hak asasi yang paling mendasar. Dasar bagi kebebasan beragama dan kebebasan berbicara. Sebagaimana tertuang dalam deklarasi universal hak-hak asasi manusia(DUHAM).
Kebebasan hati nurani merupakan kunci kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Tanpa kebebasan hati nurani tidak mungkin tercipta ruang publik yang sehat yang mensyaratkan kerelaan setiap anggota masyarakat untuk saling memberi dan menerima terhadap sesamanya. Negara yang sehat tentu saja memerlukan ruang publik yang sehat, yang tampak dari adanya warga bangsa yang memiliki kerelaan untuk membantu sesama warganya. Dan itu bisa diwujudkan di negeri ini jika Kepercayaan diposisikan setara dengan agama-agama resmi.
Menegasikan masyarakat adat, penganut agama suku, aliran kepercayaan yang menjadi identitas masyarakat adat, serta menjadikan mereka warga kelas dua di negeri ini, sama saja dengan menghianati perjuangan kemerdekaan indonesia yang dilakukan oleh segenap rakyat Indonesia, termasuk didalamnya adalah masyarakat adat, mereka yang menganut agama suku dan aliran kepercayaan. Karena itu, kolonialisasi terhadap agama suku dan aliran kepercayaan tidak boleh terjadi di negeri toleran ini.
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
https://www.joyinmyworld.com/2020/07/eksistensi-masyarakat-adat-saat-covid-19.html
Friday, July 17, 2020
Pancasila Anugerah untuk Bangsa Indonesia
Lahirnya NKRI merupakan suatu mujizat yang luar biasa. Sebagai negara yang paling terpecah-pecah di bumi ini mustahil untuk dapat mempersatukannya. Indonesia memiliki ribuan buah pulau. Belum lagi kemajemukan agama, budaya dan bahasa.
Dari segi budaya dan bahasa Indonesia adalah negara yang paling majemuk di dunia. Indonesia memiliki 250 bahasa dan kira-kira 30 kelompok etnis. Wajarlah apabila terjadinya proses penyatuan dari pulau-pulau yang sangat terserak dan memiliki agama, budaya, dan bahasa yang sangat bergama, dianggap sebagai suatu mujijat. Dan Pancasila dalam hal ini adalah alat pemersatunya. Secara historis Pancasila mampu memenuhi tuntutan persatuan untuk melawan kolonialisme tanpa melenyapkan keanekaragaman yang bersemayam lama di negeri ini.
Pancasila bisa disebut sebagai fitrah bangsa karena tanpa Pancasila negeri ini sulit untuk dipersatukan. Itu juga terlihat dalam penetapan Pancasila sebagai dasar ideologi negara yang sudah final dan tidak tergantikan. Pancasila ada dalam sanubarinya masyarakat Indonesia. Perdebatan tentang Pancasila lebih kepada persoalan implementasinya dan bukan persoalan konseptual.
Adalah wajar jika di tengah kemajemukan yang tinggi dan juga kebebasan yang relatif baru, di era reformasi ini , munculnya banyak ketegangan dan konflik-konflik antar kelompok dengan pandangan-pandangan yang berbeda. Namun di tengah keperbedaan-keperbedaan yang ada itu Pancasila sebagai filosofi bangsa yang merupakan dasar hidup bersama perlu terus digali untuk menjawab permasalahan-permasalahan sosial yang ada, bukan malah mengabaikannya.
Soekarno mengatakan bahwa Pancasila bukanlah ide baru, tapi digali dari bumi Indonesia dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Karena itu Pancasila merupakan dasar filosofis yang masih perlu terus digali seiring dengan perkembangan terbaru saat ini untuk menghadapi permasalahan-permasalahan relevan saat ini. Pengamalan Pancasila dalam hal ini harus mengarah pada dialog terus menerus mengenai bermacam-macam bentuk pengamalan sila-sila Pancasila mengenai masalah-masalah yang dihadapi secara bersama oleh semua kelompok di dalam masyarakat. Dan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi dalam hal ini memiliki peran strategis untuk mewujudkan hal tersebut.
Terciptanya komunalisme agama dan budaya yang menghambat lahirnya masyarakat Pancasila juga sangat dipengaruhi oleh sikap pemerintah. Pemerintahan yang tidak adil menyebabkan terjadinya diskriminasi suku budaya dan agama. Pembangunan yang tidak merata, membuat Indonesia menjadi beragam dalam kehidupan sosial ekonomi. Akibatnya pertumbuhan suku, budaya dan agama yang pada awalnya merupakan perlawanan terhadap sikap pemerintah yang tidak adil, kemudian mengarah pada konflik antar kelompok yang ada.
Pendidikan Pancasila memiliki fungsi strategis jika pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk berpegang pada Pancasila, dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila tersebut dalam menjalankan roda pemerintahan di negeri ini.