google.com, pub-2808913601913985, DIRECT, f08c47fec0942fa0 AGAMA DAN MASYARAKAT: EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT SAAT COVID 19

Halaman

EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT SAAT COVID 19





Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mungkin cocok dengan mencontoh kehidupan masyarakat Adat. Saat saya berada di Desa Sinar Resmi, masuk keluar orang dari desa tersebut terpantau dengan baik. Bahkan mereka yang berkunjung ke desa tersebut mendapatkan tempat tersendiri dalam pemantauan pimpinan desa. 


Mungkin itulah sebabnya, penyebaran Covid 19 tidak begitu terdengar melanda daerah masyarakat adat yang tertata dengan baik dengan aturan adat yang dipatuhi masyarakat desa. Berbeda dengan penerapan PSBB di Provinsi DKI Jakarta yang sarat pelanggaran.


Masyarakat adat melekat dengan agamanya, berarti juga melekat dengan aturan yang ditaati masyarakat sebagai standar hidup bersama. Ketaatan pada aturan adat menjadikan toleransi dalam msyarakat adat tertata dengan baik. Berdasarkan hal tersebut maka menghormati masyarakat dalam daerah urban saat ini berarti juga menghormati agama dan kepercayaan masyarakat adat. Eksistensi masyarakat adat perlu tetap diproteksi dalam masyarakat urban. Karena menjaga eksistensi masyarakat adat adalah merawat nilai-nilai toleransi yang secara bersamaan juga merawat NKRI.

 

Marthin Luther dengan tegas mengatakan, “di dalam hati nuraninya manusia adalah raja, tidak boleh ada orang lain yang menjadi raja atas sesamanya. Kebebasan memilih agama dan kepercayaan adalah hak dari Tuhan, karena suara nurani adalah suara Tuhan, meski tidak mutlak, mengingat keterbatasan manusia. Kebebasan hati nurani menjadi hak asasi yang paling mendasar. Dasar bagi kebebasan beragama dan kebebasan berbicara. Sebagaimana tertuang dalam deklarasi universal hak-hak asasi manusia(DUHAM).

 

Kebebasan hati nurani merupakan kunci kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Tanpa kebebasan hati nurani tidak mungkin tercipta ruang publik yang sehat yang mensyaratkan kerelaan setiap anggota masyarakat untuk saling memberi dan menerima terhadap sesamanya. Negara yang sehat tentu saja memerlukan ruang publik yang sehat, yang tampak dari adanya warga bangsa yang memiliki kerelaan untuk membantu sesama warganya. Dan itu bisa diwujudkan di negeri ini jika Kepercayaan diposisikan setara dengan agama-agama resmi. 



Menegasikan masyarakat adat, penganut agama suku, aliran kepercayaan yang menjadi identitas masyarakat adat, serta menjadikan mereka warga kelas dua di negeri ini, sama saja dengan menghianati perjuangan kemerdekaan indonesia yang dilakukan oleh segenap rakyat Indonesia, termasuk didalamnya adalah masyarakat adat, mereka yang menganut agama suku dan aliran kepercayaan. Karena itu, kolonialisasi terhadap agama suku dan aliran kepercayaan tidak boleh terjadi di negeri toleran ini.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.joyinmyworld.com/2020/07/eksistensi-masyarakat-adat-saat-covid-19.html


No comments:

Post a Comment