Thursday, April 8, 2021

Motivasi Melayani Tuhan










II KORINTUS 5:9-21

 

Apa yang kita percaya dan bagaimana kita bertingkah laku mestinya memiliki keselarasan. Paulus biasanya menghubungkan dengan istilah doktrin dan tugas atau kewajiban.Tahu doktrin, atau ajaran Alkitab, wajib hidup mentaati kebenaran.

Terkait dengan motivasi melayani, dapat dipahami, apa yang Allah kerjakan untuk kita, itulah yang memotivasi kita untuk mengerjakan sesuatu bagi Tuhan. Kita bukan melayani untuk mendapat berkat; kita bukan menyembah Tuhan untuk dapat berkat; kita bukan memuji Tuhan untuk dapat berkat; kita bukan meratap untuk menghadirkan Tuhan. Tetapi sebaliknya karena Tuhan telah membaharui hidup kita, memberkati kita, dan menyelamatkan kita, maka kita melayani Tuhan.

Apakah yang dimaksud dengan pelayanan Kristen?

1. Pelayanan Kristen adalah menjangkau orang untuk didamaikan dengan Allah (2 Korintus 5:20).

2. Pemberitaan kabar baik tidak pernah menggunakan cara licik, karena yang mendamaikan manusia dengan Allah, adalah Allah sendiri. Berita tentang Korban Kristus di Salib adalah fakta yang mendamaikan manusia berdosa dengan Allah yang Kudus,


 

PAULUS MENGATAKAN, BERITAKU KEPADAMU ADALAH BENAR, MOTIVASIKU ADALAH MURNI DAN JUJUR (1 TIM 2:3)

 

3 Motivasi Pelayanan Rasul Paulus:

1. Takut akan Tuhan.

Paulus bersyukur atas karya Allah yang Agung dan telah mengampuni dosanya. keagungan Tuhan membuat Paulus gentar, siapakah dirinya yang dapat beroleh kasih karunia Tuhan?(2 Kor 5:9-13)

Ambisi menyenangkan Tuhan. Orang yang memahami dirinya ditebus oleh Tuhan dari dosa dan kesalahannya, hanya akan hidup untuk menyenangkan Tuhan yang baik.

Ingin Bertemu Tuhan dengan tanpa malu(1 Yohanes 2:28). Pelayanan kita dinilai Allah, tidak ada yang dapat disembunyikan dari Allah. Ketika bertemu dengan Tuhan, Paulus berharap dapat mendapatkan mahkota dari Allah yang baik yang menghargai jerih lelahnya dalam Tuhan.

Menjangkau manusia berdosa. ALLAH memberikan mandat untuk orang percaya memberitakan kabar baik tentang pengampunan dosa keseluruh dunia. 

 

2. Kasih Kristus ( 2 Kor 5: 14-17)

Bagaimana mungkin takut dan kasih diam dalam hati yang sama? Itu ditemukan dalam hati anak-anak yang mengasihi orang tua dan hormat kepada orang tua, juga pada otoritas orang tua. Kita mengasihi Allah, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.


Kristus mati dan kita diidentifikasikan dalam kematian Kristus. Aku disalibkan dengan Kristus. (Galatia 2:20)

Kita bukan hanya mati dengan Kristus, tetapi kita juga dihidupkan bersama dengan kristus. Karena kita mati dengan Kristus, maka kita dapat mengalahkan dosa dalam Kristus. Dalam Kristus kita dapat berbuah untuk kemuliaan Tuhan


3. Perintah Kristus (2 Korintus 5 18-21)

Karena pemberontakan manusia, manusia menjadi musuh Allah dan tidak dapat berhubungan dengan Allah. Melalui salib Kristus mendamaikan manusia dengan Allah. Berita pendamaian manusia berdosa diperintahkan Yesus untuk diberitakan keseluruh dunia.

 

Dr. Binsar A. Hutabarat, M.Th.

https://www.joyinmyworld.com/2020/07/motivasi-melayani-tuhan.html


Kasih sebagai Tindakan Aktif





   Kasih Sebagai Tindakan aktif mengasihi sesama perlu terus dikumandangkan, apalagi pada era normal baru saat ini.


"Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

 

Mengasihi Allah merupakan kekuatan yang memampukan manusia mengasihi diri sendiri dan mengasihi sesamanya. Karena segala sesuatu yang baik, benar, adil. Kudus berasal dari Allah, maka hanya di dalam Allah manusia bisa menikmati hal yang baik, benar, kudus. Adil dan sifat-sifat Allah lainnya.

 

Menikmati kebaikan Allah.


Menikmati kebaikan Allah membuat kita merespon Allah dengan mengasihi Allah. Itulah sebabnya Alkitab mengatakan, Kita mengasihi Allah, Karena Allah terlebih dulu mengasihi kita. Tanpa mengenal, mengalami kasih Allah, manusia tidak akan mengasihi Allah, demikian juga dirinya yang diciptakan mulia oleh Allah, dan sesama manusia yang adalah ciptaan Allah.

 

Pada praktiknya, mengasihi sesama manusia harus lebih dulu dilakukan, untuk memastikan apakah kita sungguh-sungguh mengasihi Allah. Melalui tindakan mengasihi sesama itu seseorang akan tahu bahwa kemampuan mengasihi sesama itu berasal dari Allah, dan buktinya kita mengasihi Allah adalah adanya kekuatan kasih Allah yang menolong kita untuk mengasihi sesama.Apabila kita ingin memiliki kepastian apakah kita mengasih Allah, maka lihatlah tanda-tanda kasih kita kepada sesama.


Tindakan aktif mengasihi sesama 



Mengasihi sesama itu sendiri sesungguhnya adalah sebuah tindakan aktif, sebagaimana Allah secara aktif mengasihi kita, maka kasih Allah yang aktif mengasihi kita itu, akan secara aktif mendorong kita untuk mengasi sesama. Jadi kita tidak bisa mengatakan mengasihi sesama jika kita tidak aktif mengasihi sesama. Kasih itu tidak menunggu untuk dikasihi. "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang  perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."

 

Pada era normal baru ini, kasih terhadap sesama perlu dinyatakan dengan berdisiplin menerapkan protokol kesehatan, baik dirumah ibadah, di kantor, atau tempat-tempat perbelanjaan. Kita mesti secara akhit menjaga jarak fisik untuk menghindari orang lain tertulat virus corona. Munculnya cluster-cluster baru di tempat ibadah dan perkantoran mesti memberikan kewaspadaan terhadap munculnya penyebaran corona gelombang kedua, apalagi anti virus belum berhasil diproduksi, dan masih dalam taraf uji coba.

 

Seorang yang mengasihi Tuhan sejatinya harus lebih dulu mempraktikkan kasih kepada sesama. Dan orang yang dapat mengasihi sesama sejatinya adalah orang yang mampu mengasihi dirinya secara benar. Berarti menjaga diri agar tidak tertular virus corona harus berjalan seiring dengan komitmen untuk menjaga orang lain agar tidak tertular virus corona, dengan menjaga diri agar tidak menjadi media penularan corona.

 

Melakukan ibadah bersama dalam sebuah tempat ibadah dengan melakukan penerapan protoko kesehatan, adalah wujud kasih kepada Tuhan  agar tidak tertular corona, dan juga melindungi orang lain agar tidak tertular virus corona. Kita tentu saja berharap badai virus corona ini cepat berlalu, dan itu bisa kita atasi dengan mewujudkan kasih kepada sesama melalui penerapan protokol kesehatan.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


Kebebasan dan Kerukunan Beragama









 Pada tes wawancara  seleksi tahap IV  calon Komisioner Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) 2012-2017  (tes psikologi, uji publik, wawancara), penulis sebagai salah seorang calon diminta menjelaskan pasal 28J ayat 2, UUD 1945, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dan dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil dan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”

 

Sebelum pertanyaan tersebut penulis mengungkapkan bahwa peraturan-peraturan yang bersifat diskriminatif tak sesuai dengan konstitusi negeri ini dan harus dicabut. Peraturan-peraturan yang diskriminatif  itu antara lain seperti Peraturan Bersama Menteri (PBM) 2006, hasil revisi SKB 2 Menteri tahun 1969 yang kini dijadikan instrumen penyegelan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin, dan juga HKBP Filadelfia, dan  hingga kini belum mendapatkan jalan keluar penyelesaian.

 

Peraturan-peraturan dan undang-undang yang diskriminatif di negeri ini seakan mendapatkan pembenaran konstitusi karena konstitusi menetapkan setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditentukan dengan undang-undang. Apabila pemerintah membuat pembatasan-pembatasan yang dituangkan dalam undang-undang dan peraturan-peraturan, meskipun itu terindikasi bersifat diskriminatif, ayat tersebut seakan mewajibkan agar setiap warga untuk tunduk kepada undang-undang atau peraturan-peraturan tersebut. Pembangkangan terhadap hal itu bisa dianggap melawan konstitusi.

 

 

 Pembatasan kebebasan

 

Apabila kebebasan memiliki pembatasan-pembatasan, masih bisakah kebebasan dimaknai sebagai kebebasan?

 

Kebebasan tanpa pembatasan hanya akan melahirkan republik “rimba”. Sebuah neraka dimana yang kuat bisa bertindak sekehendak hatinya, dan yang lemah menjadi sasaran kebuasan yang kuat.

 

Kebebasan sesungguhnya  tak bisa dimaknai sebagai kondisi tanpa pembatasan. Karena dalam kebebasan tersebut ada sanksi yang diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, yang mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat dan negara. Mereka yang melanggar hukum, meski dengan alasan kebebasan tetap harus dihukum, karena kebebasannya dipergunakan untuk membatasi kebebasan orang lain. Karena itu kebebasan tanpa pembatasan tak layak disebut kebebasan. Itu lebih layak disebut sebagai keliaran. Seperti layaknya berada dalam hutan belantara yang tak mengenal aturan hukum bersama.

 

Namun, pembatasan kebebasan haram hukumnya jika dilakukan demi keuntungan-keuntungan sosio-ekonomi, atau politik. Pembatasan kebebasan hanya layak jika itu dilakukan demi kebebasan itu sendiri, yaitu agar setiap orang memiliki kebebasan yang sama. Pembatasan-pembatasan itu diperlukan demi terciptanya kesamaan (equal liberty).

 

Dengan demikian jelaslah aturan-aturan yang bersifat diskriminatif yang digelontorkan di negeri ini  tak memiliki pijakannya dalam konstitusi, sebaliknya itu merupakan perlawanan terhadap konstitusi, karena itu harus direvisi agar sesuai dengan konstitusi,  atau dicabut.

 

Terciptanya kebebasan beragama sesungguhnya juga menuntut saham pemerintah. Regulasi pemerintah (pembatasan-pembatasan) jaminan kebebasan beragama (freedom religious) dan perlakuan anti diskriminasi agama tentu saja dibutuhkan agar agama-agama mendapatkan jaminan kebebasan beragama dan jaminan atas perlakuan yang sama.

 

Pemerintah memang tidak perlu mengatur kehidupan internal agama, namun regulasi pemerintah yang memberikan jaminan kebebasan beraganma tersebut dapat diwujudkan dalam regulasi yang  menjaminan kebebasan beragama dan anti diskriminasi agama. Ini merupakan syarat mutlak terciptanya kondisi yang kondusip bagi perjumpaan agama-agama yang damai di ruang publik.

 

 

Kerukunan beragama

 

Umat beragama dapat memenuhi panggilannya untuk membangun kerukunan antarumat beragama secara optimal hanya apabila hak-hak umat beragama itu dipenuhi. Hak kebebasan menyembah Tuhan baik secara pribadi maupun secara berkelompok dalam hal ini adalah hak yang paling asasi dalam diri manusia, mengabaikan hak itu sama saja dengan menyangkali martabat kemanusiaan. Menurut Os Guiness, kebebasan hati nurani (freedom of conscience) merupakan hal yang amat penting dalam setiap masyarakat dan menjadi dasar bagi  kebebasan berbicara (freedom of speech), dan kebebasan berkumpul (freedom of assembly).

 

Pengakuan kebebasan beragama dan kebebasan hati nurani merupakan syarat utama bagi hadirnya saling pengertian bersama yang akan menjadi pengikat yang kuat dalam hubungan  antar anggota masyarakat, ini merupakan dasar yang amat penting bagi lahirnya kehidupan yang harmonis dalam sebuah masyarakat. 

 

Apabila seseorang dilarang untuk menyembah Tuhan baik secara perorangan maupun berkelompok, sebagaimana yang terjadi pada GKI Taman Yasmin dan HKBP Filadelfia, bagaimana mungkin umat beragama itu bisa hadir pada ruang publik secara medeka serta menghadirkan keharmonisan dalam hubungan dengan sesamanya.

 

Pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan beragama melalui undang-undang mestinya bukanlah pembelengguan kebebasan beragama. Sebaliknya supaya semua agama-sgama di bumi Indonesia itu menikmati kebebasan yang sama. Karena itu inkonsistensi pemerintah dalam mentransformasi nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, setidaknya terindikasi dengan lahirnya peraturan-peraturan yang diskriminatif terkait dengan keberadaan agama-agama, jelas tak mendapat pembenaran konstitusi.

 

Apabila pada waktu transformasi Pancasila  kedalam  perundang-undangan terjadi dominasi dan hegemoni agama, maka  perundang-undangan yang dihasilkan niscaya bertentangan dengan Pancasila yang inklusif dan nondiskriminatif.

 

Pemerintah mesti merenungkan apa yang dikatakan Trasymachus dan mewaspadainya, “Hukum tidak lain kecuali kepentingan mereka yang kuat” Bila hukum menjadi kendaraan untuk kepentingan-kepentingan yang kuat maka hukum pastilah menjauh dari keadilan. Jika yang adil disamakan dengan yang legal, maka sumber keadilan adalah kehendak pembuat hukum. Parahnya, kehendak pembuat hukum tidak selalu sesuai dengan keadilan, itulah sebabnya banyak ketidakadilan dipertontonkan dimuka pengadilan ketika yang adil itu disamakan dengan yang legal.

 

Pembuat undang-undang harus menjauh dari apa yang dipromosikan Machiavelli dalam The Prince yang menolak mendasarkan politik atas hak dan hukum yang menyatakan bahwa tidak ada hukum kecuali kekuatan yang dapat memaksakannya. Lahirnya peraturan-peraturan yang diskriminatif di Indonesia tampaknya telah dikuasai semangat Machiavelli yang menjadikan hukum tidak lain kecuali alat legitimasi kekuasaan. Akibatnya peraturan dan undang-undang enggan bermesraan dengan keadilan.  

 

 

 

Binsar Antoni Hutabarat

 

Korupsi sebagai musuh bersama


 


 

 

 Korupsi sepatutnya menjadi musuh bersama semua rakyat Indonesia. Korupsi membuat masyarakat tidak menikmati kehidupan yang layak

, yang menjadi cita-cita kemerdekaan.

Penanganan kasus-kasus korupsi yang terus terkuak, bahkan mulai menyentuh kasus-kasus mega korupsi, belum juga menjanjikan Indonesia merdeka dari  korupsi. 

Kondisi ini telah menggangu kegembiraan peringatan kemerdekaan Indonesia ke-75 tahun ini yang dilaksanakan secara sederhana pada masa pandemi covid-19. Pasalnya, kasus-kasus mega korupsi  belum juga terselesaikan.

 

 

Korupsi sebagai musuh bersama

 

Reproduksi korupsi dipandang dari sudut manapun tak memiliki pijakan kebenaran. Karena itu, ”menjadikan korupsi sebagai 'budaya,” atau membiarkan korupsi terus mereproduksi adalah sebuah kesalahan fatal. Korupsi  adalah kebiadaban, musuh semua manusia. Manusia beradab mestinya menekan hal-hal yang jahat, dan berusaha semaksimal mungkin menumbuhkan nilai-nilai manusia yang bermutu dan   mulia, yakni kebaikan, keadilan, serta segala sesuatu yang merupakan kebaikan bagi sesama. Maka, menjadikan korupsi sebagai “budaya” sama saja dengan menciptakan negara mafia yang biadab dan tak     berperikemanusiaan.

 

Korupsi dana pendidikan telah menyebabkan biaya pendidikan terus melambung, meski pos dana pendidikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Korupsi dana kesehatan  menyebabkan biaya rumah sakit tak terjangkau rakyat kecil, sudah tak terhitung berapa nyawa yang harus melayang karena mereka tak mampu membayar pengobatan di rumah sakit. Korupsi juga menjadi biang keladi mengapa terjadi eksploitasi alam yang semena-mena dan menyengsarakan masyarakat disekitar eksploitasi alam itu terjadi, karena alam tak lagi bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka, belum lagi bahaya banjir, tanah longsor yang setiap saat bisa mengancam mereka akibat  penebangan hutan, tanah-tanah tandus di tempat eksploitasi bahan tambang dll.

 

Manusia beretika mestinya menyadari akibat buruk perbuatannya pada orang lain, baik pada masa kini maupun generasi selanjutnya. Tepatlah apa yang dikatakan Aristoteles, “lebih baik menderita daripada melakukan kejahatan.” Hans Jonas, seorang filosof Jerman-Amerika, secara lebih luas mengungkapkan, Bertindaklah sedemikian rupa hingga akibat-akibat tindakan kita dapat diperdamaikan dengan kelestarian kehidupan manusiawi sejati di bumi.”Bayangan buruk dari akibat perbuatan jahat pada masa kini terhadap masa mendatang harusnya membuat kita berusaha bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang kita lakukan. Reproduksi korupsi dengan alasan apapun harus ditumpas oleh segenap rakyat di negeri ini, korupsi tak layak “dibudidayakan”. Korupsi layak menjadi musuh bersama bangsa ini.

 

Kita patut merenungkan apa yang di suarakan Levinas, Respon deo ergo sum, (aku bertanggung jawab, jadi aku berada). Manusia bukan lagi manusia jika tak memiliki tanggung jawab atas sesamanya. Melindungi kehidupan dan menanggapi penderitaan sesama adalah prinsip utama etika, " berbuat baiklah terhadap sesama dan  janganlah berbuat jahat terhadap sesama." Jadi, reproduksi korupsi yang menyengsarakan sesama adalah tidak etis dan tanda manusia tak berbudaya. Semua orang yang memiliki jiwa kepahlawanan tentu tak akan membiarkan merajalelanya korupsi di negeri ini.

 

 

 

Bintang jasa pemberantas korupsi

 

Indonesia memerlukan pemimpin yang tidak hanya pandai, memiliki kemampuan manajerial yang tersohor, tetapi juga memiliki sifat kepahlawanan. Pemimpin yang memiliki sifat kepahlawanan  adalah pemimpin yang berani membela dan menyuarakan kebenaran, yang menguntungkan semua orang tanpa perbedaan, dan yang mendatangkan kebaikan bagi semua masyarakat.

 

Di negeri ini, korupsi tergolong dalam kejahatan luarbiasa, pemberantasannyapun  menjadi bagian dalam perjuangan reformasi. Dan perjuangan pemberantasan korupsi itu juga telah melewati satu dekade reformasi, namun hasilnya tetap belum menggembirakan. Bahkan, Indonesia kini sedang memasuki masa paling kelam dalam pemberantasan korupsi, yakni terjadinya reproduksi korupsi yang banal. Reproduksi korupsi ini tentu saja tak boleh dibiarkan terus menggila, atau dibiarkan merasuki semua elemen bangsa, karena taruhannya adalah masa depan bangsa ini.

 

Perilaku korupsi yang dibiarkan merajalela pada masa kini akan berdampak pada masa depan bangsa, yaitu negara gagal. Indonesia membutuhkan tampilnya pahlawan-pahlawan pemberantas korupsi. Dan untuk memotivasi perjuangan berat tersebut, bintang jasa pemberantas korupsi diberikan pada pribadi-pribadi yang berjasa luarbiasa dalam pemberantasan korupsi, ini akan mendorong semua elemen bangsa untuk bahu membahu berperang melawan korupsi, dan menjadi korupsi musuh utama bangsa ini.

 

Tugas untuk menghantar rakyat negeri ini pada kehidupan masyarakat yang adil dan makmur dengan cara memutus rantai korupsi merupakan tugas mulia. Mereka yang berkomitmen pada tugas tersebut layak mendapatkan Bintang Jasa Pemberantas Korupsi.

 

 

Binsar A. Hutabarat


Tanggung Jawab Gereja Tentang Penginjilan

 








Tanggung Jawab Gereja TentangPenginjilan (Roma 10: 14-15)

Nats pembimbing: yesaya 52:7

Pendahuluan.

“Gereja adalah alat Tuhan untuk memberitakan kerajaan Allah yang menawarkan keselamatan bagi mereka yang menerimanya.” Roma 10:14-15 merupakan teks Alkitab yang menjadi dasar bagi orang percaya atau Gereja untuk menginjili mereka yang belum percaya.

Injiladalah universal

Roma 10 ayat 14 ini tidak dapat dipisahkan dari Roma 10:13, “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan”. Jadi bagi Paulus Injil adalah Universal, bukan hanya untuk orang Yahudi, tetapi juga untuk orang bukan Yahudi. Maka pemberitaan Injil harus ditujukan kepada semua manusia.

Dalam pertanyaan retorik Paulus di Roma 10:13-14 setidaknya kita menemukan empat hal penting  mengenai pentingnya penginjilan, antara lain:

1.      Orang bisa berseru kepada Tuhan jika mereka Percaya Allah sanggup menyelamatkan mereka.

2.      Orang bisa percaya kepada Tuhan jika mereka mendengar berita tentang  Yesus kristus.

3.      Orang bisa mendengar berita tentang Yesus Kristus, jika ada yang memberitakan.

4.      Orang bisa memberitakan Yesus Kristus, jika Tuhan mengutus mereka

Peran penting penginjilan untuk membawa orang percaya kepada Yesus, dan diselamatkan dilukiskan dalam yesaya 52:7, “Betapa Indahnya kedatangan Mereka yang membawa kabar baik”.

Tanggung jawab Gereja.

1.      Gereja diperintahkan untuk menginjil dan memuridkan.

2.      Gereja harus melatih petobat-petobat baru untuk menjadi murid Kristus.

3.      Gereja harus mengutus misionari, penginjil untuk menginjili mereka yang belum percaaya.


Roma 10:14-17  sering digunakan sebagai dasar untuk program misi gereja, dan itu tepat, namun aplikasi pertamanya untuk orang Yahudi. Orang-orang yahudi dapat diselamatkan hanya jika mereka berseru kepada Yesus.

Tapi sebelum mereka berseru kepada Yesus, mereka mesti percaya. Untuk orang Yahudi artinya mereka mesti percaya bahwa Yesus adalah Mesias israel. Yesus Kristus dari nazaret adalah putra Allah, Mati dan dibangkitkan. (Roma 10:9-10). Untuk itu mereka mesti mendengar Firman, karena imanlah yang menciptakan iman dalam hati yang mendengar. (Roma 10:17) Itu berarti seorang pemberita Firman Tuhan harus dikirim, dan Tuhanlah yang mengirim pemberita firman itu. Paulus dalam hal ini mengingat panggilannya untuk memberitakan Firman kepada orang bukan yahudi (Kisah 1:1-3)

Kutipan Roma 10:15 ditemukan dalam Yesaya 52:7 dan nahum 1:15. Pada Nahum menunjuk pada Kehancuran Kerajaan Assyur, kebencian musuh-musuh orang yahudi. Niniwe adalah kota kunci mereka, sebuah kota yang jahat dimana Tuhan telah mengirim Yunus pada 150 tahun sebelumnya. Nahum menulis, Allah sabar pada Ninewe, tapi sekarang penghakimannya akan jatuh pada Ninewe. Itu adalah kabar baik. Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik. Itulah yang membuat kaki-kaki mereka begitu indah.

Yesaya menggunakan statement ini untuk suatu peristiwa akan datang, kedatangan Kristus, dan mendirikan kerajaan-Nya.Yesaya 52:7-10. Kedatangan pemberita itu indah, karena Allah telah mengalahkan musuh-musuh Israel dan mesias memerintah dari Yerusalem. Tapi Paulus menggunakan kutipan itu dalam aplikasi pada masa kini. Pemberita Injil membawa kabar baik untuk Israel pada hari ini. Damai yang diucapkan adalah damai dengan Allah (Roma5:1) Damai dengan Allah berdampak antara orang yahudi dengan orang bukan yahudi, dengan membentuknya menjadi satu tubuh, yakni gereja (Efesus 2:13-17) Penolakan Israel dimpuni melalui mendengar Injil dan percaya pada Yesus Kristus.

Percaya Kristus bukan hanya persoalan percaya, tapi juga mentaatinya (Roma 6:17) Percaya dan taat, Iman yang benar mesti menyentuh kehendak, dan menghasilkan sebuah perubahan hidup.

Manusia tidak bisa selamat jika mereka tidak berseru kepada Yesus, , Tapi mereka tidak dapat berseru kepada Yesus jika mereka tidak percaya, Iman datang dari pendengaran, jadi mereka mesti mendengar berita Injil. Seorang utusan Injil harus datang padang pada mereka membawa berita injil. Itu berarti Allah harus mengutus mereka. Merupakan sebuah keistimewaan menjadi seorang pemberita Injil, memiliki kaki-kaki yang indah.

Dr. Binsar Antoni Hutabarat




https://www.joyinmyworld.com/2020/09/tanggung-jawab-gereja.html




Flower of the Month Club

Get our how to guide

    We respect your privacy. Unsubscribe at anytime.