google.com, pub-2808913601913985, DIRECT, f08c47fec0942fa0 AGAMA DAN MASYARAKAT: 06/01/2008 - 07/01/2008

Halaman

Absurditas Pelupaan Fakta Masa Lampau


Ras, Kesetaraan, Manusia, Keanekaragaman


Bisakah kita menatap masa depan dengan mengabaikan masa lalu? Bisakah kita membuat prediksi tentang masa depan dan kemudian membuat proyeksinya dengan memejamkan mata kita dari masa lalu? Bisakah kita memahami mengapa kita ada saat ini tanpa penjelasan masa lalu? 

Mei 1998 untuk Indonesia dikenang sebagai bulan yang penuh dengan kerusuhan. Di Jakarta dan diberbagai daerah lainnya meletus kerusuhan yang bukan hanya menelan korban materi yang sangat besar, tapi juga nyawa manusia. Empat mahasisiwa tewas ditembak saat berunjuk rasa, dan esoknya, 13-15 Mei, terjadi pembakaran, perusakan dan penjarahan pada toko-toko, pusat perbelanjaan, sampai kedaerah pemukiman. Bahkan terindikasi telah terjadi tindak pemerkosaan yang amat brutal dan tak berprikemanusian. 

Kerugian yang pasti sulit untuk ditebak. Jumlah korban manusia hingga kini masih simpang siur. Apalagi dengan hilangnya berkas hasil penyelidikan kerusuhan Mei 1998, dokumen asli hasil kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Kerusuhan Mei yang adalah fakta itu pun berubah menjadi misteri, yang diselimuti awan pekat, dan barang siapa berusaha menguaknya, tembok tebal yang amat kuat itu menjadi penghalangnya. 

Disamping peristiwa kelam, Bulan Mei 1998 juga dikenang sebagai bulan kehancuran rezim absolutis yang telah berkuasa selama 32 tahun, dan secara bersamaan menjadi kelahiran era reformasi, suatu kemenangan perjuangan kemurnian hati mahasiswa Indonesia yang tak kenal pamrih. Hari pendidikan nasional juga jatuh pada bulan ini, peristiwa penting yang memengaruhi sejarah pejuangan Indonesia yang diabadikan sebagai hari kebangkitan nasional juga ditorehkan pada bulan ini. Artinya, bulan Mei bagi Indonesia sesungguhnya bukan hanya bercerita tentang kepahitan, tetapi juga peristiwa-peristiwa penting yang menghantarkan rakyat Indonesia pada kebahagiaan. 

Pertanyaannya sekarang, bolehkah kita melupakan tragedi Mei yang bercerita tentang kepahitan itu, dan membiarkan fakta yang kelam itu bermethamorphosa menjadi misteri, dan hanya mengingat hal-hal yang baik-baik saja? Apakah pelupaan itu tidak akan berdampak pada jalannya reformasi yang kini makin tak menentu? Bahkan oleh beberapa orang reformasi telah di vonis gagal. 

Absurditas pelupaan fakta Lengsernya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, tidak bisa dilepaskan dengan kondisi kekacauan yang terjadi pada bulan Mei dan guncangan ekonomi terburuk dalam 30 tahun terakhir, yang kemudian menjadi tonggak kemenangan pejuang reformasi. Karena itu menguak misteri kerusuhan Mei akan membuat sejarah reformasi negeri ini terang bederang. Apalagi setelah genap 10 tahun reformasi ternyata makin kehilangan gairahnya. 

Semangat reformasi memang tak kan pernah mati, tapi pelaku nya tak lagi bisa melihat masa depan reformasi, dan itulah yang membuat reformasi menjadi kelimpungan. Pada realitasnya, Kondisi kesejahteraan kebanyakan rakyat Indonesia selama sepuluh tahun reformasi kian hari makin terpuruk.

Makin rendahnya daya beli masyarakat seiring tingginya lonjakan harga kebutuhan pokok yang tak terkendali, mahalnya harga energi, meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan adalah bukti dari keterpurukan itu. Itulah yang diekspresikan dalam demo tanggal 12 Mei 2008 yang bertemakan, rakyat menggugat. Belum lagi benturan yang terjadi antar anggota masyarakat yang melibatkan pemerintah dalam konflik suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). 

Bangsa ini tampaknya bingung tentang realitas masa kini karena tak lagi memahami masa lalunya, dan itu terlihat dalam pemerintahan yang seakan tak memiliki visi untuk membawa bangsa ini keluar dari kesulitannya, khususnya ditengah ancaman krisis global babak kedua saat ini. 

Slogan-slogan usaha mensejahterakan rakyat sebagaimana tema seabad kebangkitan nasional memang masih terus diperdengarkan, namun tanpa arah yang pasti, apalagi untuk membuat suatu proyeksi sahih, semuanya jadi serba ilusi yang tak rasional, membuat rakyat makin bingung melangkah kemasa depan. Akibatnya, realitas sebagai bangsa yang satupun semakin mendapat ancaman. 

Kebutuhan kebenaran masa lalu. Suatu prediksi yang jelas dan terukur hanya bisa lahir jika ada pengetahuan akan masa lalu, karena tanpa pengetahuan masa lalu, tak ada pemahaman yang utuh tentang masa kini. Keutuhan pengetahuan masa lalu dan pengetahuan masa kini adalah syarat yang harus ada untuk membuat suatu perdiksi ke depan atau visi. 

Kegagalan menguak realitas masa lalu, akan membuat masa depan hanyalah ilusi, dan tak mungkin menghasilkan proyeksi yang jelas, dan tanpa proyeksi yang jelas perjalanan seperti meraba-raba, penuh ketidak pastian. Itulah sebabnya mengapa mengungkap kebenaran masa lalu menjadi suatu keharusan, bukan hanya untuk memuaskan keadilan yang tentu saja amat penting, tetapi juga agar tragedi masa lalu tak terulang kembali. 

Pengetahuan masa lalu akan melahirkan pertimbangan cerdas untuk tidak mengulangi kegagalan. Karena itu, bagaimanapun sulitnya untuk mendapatkan bukti-bukti yang mengungkapkan realitas masa lalu tidak boleh dijadikan alasan untuk melupakan masa lalu yang yang coba ditutupi. 

Mereka yang menjadi korban, atau keluarga-keluarga korban kerusuhan Mei tentu paham mengapa mereka memerlukannya, tanpa kejelasan peristiwa masa lalu, bagi mereka, masa depan tak layak untuk dijalani bersama. Karena itu kontradiksi tentang perlu tidaknya menguak kebenaran peristiwa Mei sebenarnya tak perlu terjadi, apalagi dengan tujuan melupakan dosa masa lalu. 

Kejahatan yang disembunyikan akan merasa aman, dan akan muncul lebih ganas lagi pada masa datang. Tragedi tak akan berhenti dengan menyembunyikan kejahatan masa lalu, dan perdamaian sejati tak akan pernah hadir dengan menjadikan diri kita lupa ingatan, karena menyembunyikan kejahatan adalah tanda tak adanya rasa saling percaya. Itulah sebabnya ada konflik, karena tanpa kepercayaan tak mungkin kita berkomunikasi dengan tulus, apalagi kerja sama harmonis.

Harus diakui, menguak kebenaran bukan soal mudah, dan itu membutuhkan perjuangan keras. Namun, semua kesulitan untuk mengungkap kebenaran tidak boleh menjadi pembenaran untuk melupakannya. Negeri ini tak akan pernah punya visi tentang masa depan tanpa kejujuran mengungkapkan masa lalu, dan kebingungan akan terus berlanjut tanpa penjelasan masa lalu. Semoga saja kita mau jujur terhadap masa lalu, meski menyakitkan, karena dengan cara itulah kedamaian dapat dihadirkan, dan membuat kita bisa bersatu, sampai selamanya. 

 Binsar Antoni Hutabarat