google.com, pub-2808913601913985, DIRECT, f08c47fec0942fa0 AGAMA DAN MASYARAKAT

Halaman

Bertumbuh Dalam Penderitaan






 Kelahiran Gereja di Tesalonika adalah sebuah pengalaman nyata bagaimana gereja dapat bertumbuh dalam penderitaan yang berat sekalipun.

 

Orang-orang yang baru percaya di Tesalonika mengalami tantangan dari mereka yang tidak bersahabat dengan mereka. Tapi, Roh Kudus yang memakai pemberitaan Firman Tuhan yang disampaikan oleh Paulus terus menguatkan jemaat di Tesalonika untuk hidup dalam pengharapan..

 

Pengalaman pemberitaan Injil di Tesalonika, dan pertumbuhan jemaat di Tesalonika yang menerima pemberitaan Firman Tuhan melalui Paulus menjadi pengalaman nyata bahwa Allah setia memelihara orang percaya.

 

Saat ini, banyak gereja yang harus ditutup dibanyak tempat karena penolakan dari masyarakat setempat. Bahkan tidak sedikit dibanyak negara dimana orang-orang Kristen mengalami dan penganiayaan.

 

Pengalaman gereja di Tesalonika yang juga menjadi pengalaman yang sama yang kita alami pada saat ini, akan menyadarkan kita bahwa pemberitaan Injil harus disampaikan pada situasi dan kondisi apapun. Dan Kristus sang kepala gereja itu akan memilihara umatnya sampai pada kedatangannya yang kedua kali.

 

 

Berita Injil di Tesalonika

 

Kota Tesalonika saat ini disebut Thessaloniki atau Salonika. Sebuah kota terbesar kedua setelah Atena di Yunani. Pantaslah jika saat ini perhatian internasional tertuju pada kota Tesalonika yang telah berdiri berabad-abad lamanya. Kota yang menyimpan budaya Makedonia yang sangat kuno di Yunani Utara.

 

Pada perjalanan Misi yang kedua Paulus mengunjungi Tesalonika . Lukas mencatat dalam Kisar Rasul 17: 1-15. Paulus pergi ke Makedonia berdasarkan respon terhadap panggilan Tuhan. Dalam Kisah rasul 16: 9, “Pada Malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri disitu dan berseru kepadanya, katanya, Memyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!”  

 

Paulus memberitakan Injil di kota Tesalonika yang umumnya adalah orang Yunani. Selama tiga minggu Paulus memberitakan Injil di Tesalonika. Dan setelah itu datanglah tantangan dari orang Yahudi yang tidak senang dengan kehadiran Paulus di Tesalonika.

 

Paulus memulai pelayanannya di sinagoge yang ada di kota Tesalonika, dan melalui membaca Perjanjian Lama Paulus menjelaskan tentang karya Kristus yang menjadi pemberitaan Paulus. Itulah sebabnya Paulus mendapatkan tantangan dari orang Yahudi yang menolak pemberitaan Paulus. Mereka yang tidak menerima pemberitaan Injil itu kemudian menghasut masyarakat di Tesalonika untuk menolak kehadiran Paulus, dan juga jemaat Kristen di Tesalonika.

 

Selama tiga minggu Paulus memberitakan Firman Tuhan di Tesalonika. Karena ancaman kelompok Yahudi yang tidak senang dengan pemberitaan Paulus, serta orang-orang yang berhasil dihasut kelompok itu paulus terpaksa meninggalkan jemaat yang baru bertumbuh itu. Dengan ditolong oleh Jemaat Tesalonika yang percaya kepada pemberitaan Injil,  Paulus melarikan diri dari kota Tesalonika.

 

Pertanyaannya kemudian, Apakah gereja di Tesalonika merasa kecil hati dengan kepergian Paulus dari kota Tesalonika? Apalagi dengan ejekan orang-orang yang tidak senang dengan Paulus dan merasa sukses mengusir Paulus dari kota Tesalonika.

 

 

Beban Paulus Terhadap jemamat Tesalonika

 

Pelayanan Paulus di Kota Tesalonika terbilang tidak lama, hanya tiga minggu. Tetapi, meskipun Paulus harus meninggalkan kota Tesalonika, Paulus tetap menjalin hubungan dengan jemaat di Tesalonika dengan meminta Timotius dan Silas teman-teman pelayanannya untuk tetap tinggal di kota itu, untuk menolong jemaat Tesalonika bertumbuh dewasa dalam Kristus..  

 

Timotius dan Silas dengan sungguh-sungguh melanjutkan pelayanannya di Tesalonika, dengan kasih Allah dan perhatian yang besar mereka melanjutkan pelayanan Paulus di kota itu. Karena beban pelayanan sebagai bapak rohani jemaat di Tesalonika Paulus terus menjalin hubungan dengan jemaat yang ditinggalkannya itu, dan berdoa agar Tuhan memelihara jemaat yang baru didirikan.

 

Paulus juga tidak ingin jemaat di Tesalonika berbalik kepada kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan injil yang diberitakannya. Waktu tiga minggu di Tesalonika sangat singkat, dan jemaat di Tesalonika perlu bertumbuh dalam pengetahuan akan Allah. Karena itu peran Timotius dan Silas sangat besar bagi jemaat di Tesalonika.

 

Karena pemeliharaan Tuhan, jemaat di Tesalonika dapat terus bertumbuh dalam Tuhan. Meskipun menghadapi tantangan dan penderitaan, jemaat di Tesalonika terus bertumbuh di dalam Tuhan, bahkan kehidupan Kristen Jemaat Tesalonika menjadi kesaksian yang memuliakan Kristus, serta menjadi teladan di seluruh Makedonia.

 

Surat Satu Tesalonika dan Dua Tesalonika adalah surat yang dituliskan oleh Paulus, Timotius dan Silas untuk mendukung jemaat di Tesalonika tetap bertumbuh dalam Tuhan. Demikian juga dalam merespon kabar-kabar terkait kedatangan Kristus yang kedua kali.

 

Sejarah berdirinya jemaat Tesalonika mengajarkan pada kita masa kini mengenai pentingnya pemberitaan injil, bijaksana dalam pemberitaan Injil, serta kerjasama antarsesama pelayan Kristus dalam pemberitaan Injil. Segala Kemuliaan Hanya Bagi Tuhan.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.joyinmyworld.com/2021/08/bertumbuh-dalam-penderitaan.html


Elite Perlu Berkarakter




Negara-negara dengan pemimpin berkarakter, berkualitas, jujur, berjiwa kenegarawanan, didukung oleh sistem politik yang baik berhasil mengangkat derajat manusia di berbagai belahan dunia ini. 

Negara-negara yang awalnya menderita,  hidup dalam kemiskinan, kekacauan, bangkit menjadi negara-negara maju karena hadirnya pemimpin berkarakter. 

Indonesia tentu bisa sejajar dengan negara-negara maju lainnya jika mampu menampilkan pribadi unggul dalam tataran elite di negeri ini dengan Pancasila sebagai landasan bersama negeri ini yang telah teruji melalui sejarah panjang kehadiran Indonesia ditengah bangsa-bangsa lain.

Rakyat Indonesia sesungguhnya  tidak kalah cerdas dibandingkan penduduk di negara-negara lain. Tidak sedikit anak negeri ini yang kepemimpinannya tersohor dalam tingkat dunia. Malangnya, putra-putri terbaik bangsa ini justru raib dari kancah politik Indonesia. 

Lebel “kotor” yang disematkan pada kata “politik”oleh masyarakat negeri ini karena ulah para elite politik, membuat “tunas unggul”itu terpaksa betah ber-diaspora demi sebuah idealisme, meski kerinduan untuk membangun negeri yang dicintainya itu terus menggelora, dan keinginan itu jarang mewujud seperti yang dialami B.J. Habibie yang kiprahnya dinegeri ini akan tetap dikenang sepanjang masa.

Peraturan Presiden tentang pendidikan karakter yang baru saja diluncurkan sepantasnyalah menjadi renungan bagi elite negeri ini. Perpres tersebut memang bertujuan mempersiapkan anak-anak negeri ini untuk menyambut jendela terbuka, untuk menghadirkan Indonesia yang maju, berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya di dunia. 

Namun, tujuan itu sulit tercapai jika elite negeri ini tidak mampu menjadi model bagi generasi penerus bangsa ini. Karena prilaku elite berkarakter merupakan salah satu syarat suksesnya pendidikan karakter di negeri ini, baik pada sekolah formal,non formal dan informal.

Ketika Yunani mengalami kemerosotan dalam segala aspek kehidupan akibat kekalahan dalam perang Pelopones, Plato mengatakan, “Pemerintahan negara menjadi rebutan orang-orang yang tidak memenuhi syarat, tetapi berambisi.”Plato benar, kemerosotan sebuah bangsa terkait erat dengan kemerosotan kualitas elite. Peringatan Plato ini penting untuk diperhatikan para pemimpin partai politik di negeri ini. 

Kekuasaan politik bisa menjadi alat untuk menghinakan martabat kemanusiaan ketika berada ditangan mereka yang jahat dan tak bermoral, namun politik juga bisa menjadi alat yang membawa manusia pada kemuliaan, keadilan dan kesejahteraan bersama ditangan orang-orang yang berkarakter dan bermoral. Karena itu jabatan politik tidak boleh jatuh atau dibiarkan jatuh pada mereka yang dikuasai motif-motif kotor. Elite politik wajib berkarakter.

Seleksi ketat elite wajib berkarakter sejatinya dimotori oleh partai politik melalui kaderisasi anggota partai. Gerbong partai politik harus diisi oleh mereka yang berkarakter. Gerbong partai politik haram dijadikan ajang jual beli kekuasaan. 

Partai politik harus menjadi benteng pertama membendung ambisi kotor mereka yang rakus kekuasaan. Sebagai salah satu instrumen negara demokrasi, partai politik bertanggung jawab terhadap berlangsungnya peralihan kekuasaan politik kepada mereka yang lebih berkualitas, menghadirkan pemimpin yang handal. 

Kaderisasi anggota partai harus dimaknai sebagai tugas mulia yang harus dikerjakan dengan amat serius. Bagaimanapun sulitnya keuangan partai, kaderisasi harus terus berlangsung. Permintaan dana rakyat untuk menjalankan roda partai mungkin bisa dimaafkan jika partai telah berjuang keras untuk menghadirkan kader bangsa Indonesia yang lebih baik.

Kekuasaan politik yang sarat nilai mulia itu juga harus dijaga dengan sungguh-sungguh oleh setiap elemen bangsa agar tidak jatuh pada tangan-tangan kotor yang hanya dikuasai ambisi. Tanggung jawab menjaga kekuasaan politik untuk steril dari tangan-tangan kotor itu tidak cukup dengan mengandalkan partai politik, apalagi tidak sedikit elite partai politik di negeri ini yang kini menghuni di jeruji besi karena skandal korupsi. 

Untuk itu, semua elemen bangsa harus membuka mata lebar-lebar khususnya pada acara pemilihan umum dan pemilu kepala daerah. Media publik dalam hal ini memiliki peran strategis untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya kepada pemilih untuk menentukan pilihan yang tepat. 

Singgasana politik harus diduduki oleh orang-orang yang memenuhi syarat; berkarakter, jujur, dan berkualitas. Pendidikan politik untuk rakyat pada konteks ini tak bisa diabaikan. memiliki nilai strategis untuk menghadirkan tunas-tunas terbaik bangsa Indonesia.

Mereka yang menduduki jabatan politik memiliki potensi atau peluang sangat besar untuk menghadirkan masyarakat yang sejahtera yang jauh dari sekat-sekat suku, agama dan antar golongan. Karena itu anak-anak bangsa yang berkualitas harus menjadikan kekuasaan politik sebagai arena pengabdian yang luhur untuk menghadirkan kesejahteraan bagi Indonesia. 

Dedikasi mutlak kepada bangsa dan negara menjadi dasar utama untuk menduduki jabatan politik. Sepantasnyalah ambisi untuk menduduki jabatan politik demi pengabdian kepada masyarakat dengan cara-cara yang bermoral patut digelorakan pada setiap insan di negeri ini.

Perpres pendidikan karakter harus dimulai dengan tekad elite untuk menjadi model bagi generasi muda bangsa ini. Elite negeri ini harus berhenti menggunakan kekuasaan politik sebagai alat untuk memperkaya diri ditengah begitu banyak rakyat dinegeri ini yang menderita karena kemiskinan, dan kebodohan. Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) harus menjadi perjuangan bersama elite negeri ini. 

Media publik harus berhenti mempertontonkan tindakan elite yang tidak senonoh seakan hal biasa. Putra-putra terbaik negeri ini sepatutnya dipromosikan sebagai ajang kompetisi memberi yang terbaik untuk negeri ini.


Pembangunan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang menjadi cita-cita pendiri negeri ini tidak harus melalui jalan yang berliku-liku karena absennya putra-putra terbaik bangsa yang berkarakter, jujur dan berkualitas. Elite politik wajib berkarkter. 


Mereka yang telah berjuang memperkembangkan karakter-karakter yang mulia mestinya juga berambisi untuk menduduki jabatan politik demi menghadirkan Indonesia yang adil dan makmur. Politik itu kudus, dan hanya mereka yang bersedia menguduskan diri layak menduduki singgasana suci itu.


Dr. Binsar A. Hutabarat