google.com, pub-2808913601913985, DIRECT, f08c47fec0942fa0 AGAMA DAN MASYARAKAT

Halaman

JALAN GETSEMANI: MEMBENDUNG WABAH CORONA


                Agama, Iman, Salib, Cahaya, Yesus


Yesus telah menunjukkan bahwa jalan getsemani merupakan jalan terbaik bagi umat Kristen untuk melewati pergumulan berat dalam mengambil keputusan besar yang berdampak untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. 


Getsemani juga merupakan tempat penting untuk Kristen Indonesia hidup memberikan dampak bagi sesama manusia, khususnya pada saat sulit menghadapi wabah virus corona.

 

Umat Kristen tentu akrab dengan perkataan Yesus ketika di salib, yang sekaligus juga merupakan doa Yesus kepada Bapa yang mengutus Yesus. Salah satu perkataan yang agung ketika Yesus di salib adalah doa yang selalu ingin memuliakan Bapa.

 

Ya Bapa-Ku, Jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. (Lukas 22: 42-44).

 

Getsemani merupakan tempat penting bagi Yesus untuk mempersiapkan menggenapi rencana Allah Bapa, Di taman Getsemani itu  Yesus memohon kekuatan Bapa untuk menggenapi misi Allah menyelamatkan manusia berdosa, dengan berdoa sampai peluhnya seperti titk-titik darah. Getsemani menjadi tempat pergumulan yang amat berat untuk menentukan pilihan menggenapi rencana Allah Bapa.

 

Di Getsemani, Malaikat menguatkan Yesus yang tertekan, sebagai manusia sejati Yesus juga tertekan untuk menerima kematian yang mengerikan yang tidak harus Ia jalani. Di Getsemani Yesus mengambil keputusan untuk menyerahkan diri, meminum cawan penderitaan, dengan  mati di di  salib. Yesus dijadikan dosa, meski tidak berdosa, untuk menebus manusia berdosa. Tanpa Getsemani tak ada peringatan Jumat Agung dan Paskah

 

Getsemani mengajarkan kepada kita bahwa apapun keputusan besar dan sulit yang harus kita ambil harus memuliakan Tuhan, seperti Yesus taat kepada Bapa. Demikian juga pada masa-masa sulit menantikan wabah corona berakhir umat Kristen harus hidup memuliakan Tuhan dan mengasihi sesama.

 

Mengambil keputusan besar dan sulit tentu saja membutuhkan segenap penggunaan akal budi secara maksimal, demikian juga seluruh kekuatan kita. Berjuang untuk mengambil keputusan yang besar dan sulit bisa membawa seseorang pada kondisi tertekan, apalagi ketika keputusan yang harus diambil adalah keputusan yang membawanya pada penderitaan yang tidak patut orang itu terima.

 

Yesus berkata, "Jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKU." Yesus bisa saja tidak menyerahkan dirinya untuk mati di salib. Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati, berarti Yesus bisa tidak meminum cawan penderitaan yang diberikan Bapa. tapi Yesus memilih untuk mati di salib, sebuah keputusan yang tidak populer untuk murid-murid Yesus pada waktu itu. Keputusan besar dan sulit biasanya adalah keputusan yang tidak populer.

 

Gereja-gereja di Indonesia telah mengambil waktu berdoa untuk memohon agar Tuhan melenyapkan virus corona dari bumi Indonesia, dan juga dari negara-negara lain. Gereja berdoa agar dunia terbebas dari virus corona. Doa yang sama juga dilakukan oleh umat beragama lain. Tetapi, Tuhan tidak melenyapkan corona. Apakah ada yang salah dengan do-doa umat beragama di Indonesia, termasuk dengan doa-doa yang dinaikkan umat Kristen di Indonesia.

 

Sayangnya, di tengah pergumulan berat getsemani itu ada yang mungkin tak mampu bertahan untuk terus berdoa. Ironisnya, ketidakmampuan kita untuk terus berdoa justru membuat kita saling menyerang. Perdebatan seru tentang doa yang benar juga terjadi di media sosial.

 

Pada masa wabah corona ini setiap denominasi gereja tidak perlu mengklaim ibadahnya yang paling benar, sedang ibadah denominasi gereja lain tidak benar. Ibadah live streaming yang merobohkan sekat-sekat gedung ibadah perlu disikapi secara bijaksana.

 

Pertarungan untuk saling menyesatkan sesungguhnya tidak produktif di alam demokrasi saat ini, apalagi ketika semua masyarakat Indonesia sedang berduka. Kesaksian iman boleh saja dikumandangkan. Pemberitaan Injil boleh terus dikumandangkan, karena pengumandangan Injil dijamin oleh Pancasila dan piagam hak-hak asasi manusia. Tapi, bagaimana kewajiban Kristen untuk bersama memerangi wabah corona? 

 

Pada beberapa pertemuan kita mendengar doa-doa mohon ampun kepada Tuhan atas wabah corona yang melanda dunia, sekelompok orang menganggap wabah corona berelasi dengan dosa dan kejahatan manusia. Dosa dan kejahatan manusia dianggap sebagai penyebab corona yang menyebar keseluruh dunia. Pertobatan masal ini sesungguhnya ada baiknya, karena kita semua mengakui bahwa kita tidak bebas dari salah.

 

Tapi, jika wabah corona terus berlangsung, apakah kita akan terus memaksa Tuhan menghentikan corona? Doa yang benar seperti yang diajarkan Yesus adalah doa yang menginginkan Tuhan dimuliakan, dengan jalan melakukan kehendak Tuhan. 



https://www.joyinmyworld.com/2020/07/jalan-getsemani-membendung-wabah-corona.html

Selamat Hari Anak nasional






Clip Studio Paint Pada peringatan hari anak nasional yang diselenggarakan secara online, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)I Gusti Ayu Bintang Puspayoga menegaskan bahwa perlindungan anak bukan tanggung jawab salah satu pihak saja, tapi perlu kerja sama semua pihak, mulai dari negara, pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, hingga keluarga dan orangtua anak dibutuhkan untuk melindungi 79,5 juta anak Indonesia, saat konferensi pers Hari Anak Nasional (HAN) 2020 secara daring, Rabu (22/7/2020).

Peringatan HAN tahun ini mengambil tema Anak Terlindung Indonesia Maju”. Tema tersebut bertujuan agar anak-anak di seluruh Indonesia bisa memanfaatkan waktu mereka dengan sebaik-baiknya di masa pandemi Covid-19, dan terlindung dari penularan virus corona. Kementerian PPPA mencatat, ada 3.928 kasus kekerasan anak sejak Januari hingga 17 Juli 2020. Jumlah tersebut tercatat dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA).

Bangsa ini mengakui anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Pengakuan tersebut diteguhkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 tahun 1984 yang menetapkan tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak nasional.

Pengakuan anak-anak sebagai pemilik masa depan yang menjadi pilar penting bagi maju mundurnya sebuah bangsa juga menjadi kebenaran yang diakui oleh dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menetapkan tanggal 20 November sebagai hari anak-anak sedunia. Setidaknya ada 150 negara di dunia  yang memperingati hari anak sedunia tersebut sebagai pengakuan pentingnya memberikan perhatian terhadap  anak-anak bagi kelangsungan sebuah bangsa.

Disamping tindakan luar biasa untuk melindungi anak-anak korban kekerasan, pemerintah Indonesia harus konsisten untuk menjamin perlindungan terhadap anak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Harus diingat, mengijinkan kekerasan anak terus terjadi sama saja dengan membiarkan negeri ini tercabik-cabik. Disamping perlu tindakan luar biasa yang dilakukan pemerintah, keluarga-keluarga Indonesia dalam hal ini juga harus bertanggung jawab. Kita perlu  merenungkan apa yang dikatakan Driyarkara, “kandungan ibu hanya bisa dilanjutkan dengan kandungan keluarga.”Anak-anak Indonesia bisa belajar dengan baik untuk meraih masa depan mereka, jika mereka memiliki keluarga yang senantiasa siap melindungi mereka. Keluarga-keluarga d negeri ini harus berjuang keras menciptakan rumah mereka sebagai rumah ramah anak, tempat dimana anak-anak Indonesia terlindungi hak-hak nya untuk bertumbuh menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya.

Masa depan bangsa ini bergantung pada perjuangan keras keluarga-keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menjadikan Indonesia rumah anak. Rumah yang ramah terhadap anak-anak Indonesia. Selamat Hari Anak Nasional, Jadikan Indonesia Ramah Anak.

Dr. Binsar A. Hutabarat, M.Th.